"Selama ada aku, kak Deka gak bakal menderita," jawab Aya tulus.
"Itu alasan gue buat musnahin lo di dunia ini!"
"Musnahin siapa?"
Suara dingin milik Serin membuat Rendi seketika panas dingin.
Aya dan Rendi beradu tatap. Pemuda bertindik di telinga itu mengisyaratkan lewat pandangan mata penuh ancaman. Raut Aya seketika menegang, tatkala tangan Rendi meraih lalu memegang erat tangannya.
Senyuman palsu tertampil pada wajah setengah panik kakak Eva tersebut. Tubuhnya berbalik menghadap Serin yang menatap keduanya aneh.
Karena terlalu fokus melihat gerak-gerik keduanya, Serin langsung mengganti pertanyaan.
“Kalian berdua ngapain?” tanya gadis itu heran.
Apalagi ketika melihat sahabat Deka tiba-tiba berada di kamar adiknya. Menyaksikan raut panik yang mencoba mereka berdua tahan, Serin tahu betul ada sesuatu yang tidak beres di sini.
“Oh iya, gue tadi ke sini mau minjan cas hp Deka. Gue lupa bawa,” alibi Rendi sambil menahan nafas.
Alih-alih menanggapi ucapan Rendi. Serin justru menyipitkan mata memperhatikan gerak-gerik sahabatnya. Aya melamun dengan keringat di keningnya.
Rendi mengumpat dalam hati. Lirikan sinis ia layangkan pada perempuan tinggi di depannya. Tanpa berpamitan, badannya bergerak mengambil cas hp di nakas kemudian berlalu pergi meninggalkan kamar.
Serin mendekat kemudian mengelap keringat adiknya menggunakan telapak tangannya.
Menepuk kedua bahu gadis itu agar tersadar dari lamunannya. Aya memberanikan diri menatap sahabatnya.
“Jujur sama kakak, kamu kenapa? Kok sampai keringetan gini?”
Melupakan tatapan peringatan dari Rendi tadi. Istri Deka itu menjulurkan tangan memperlihatkan bekas kemerahan akibat dari puntung rokok milik Rendi.
Serin menunduk membelalakkan kedua matanya khawatir. Dirinya refleks memegang tangan mulus itu kemudian meniupnya penuh perhatian. Aya menelan ludah, bibirnya sudah sangat gatal ingin memberitahukan hal ini.
“Ulah kak Rendi,” ucap Aya tanpa beban.
Mimik wajah Serin langsung berubah terkejut. Menatap tidak percaya.
“Jadi... dia datang ke sini mau nyelakain kamu?” sambung Serin tak menyangka. Menahan rasa kesal luar biasa.
Aya mengangguk.
Bibir berwarna peach itu bersiap untuk berbicara lagi, berniat mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, kakak angkatnya itu menarik dirinya keluar kamar dengan ekspresi datar.
Tepat Deka dan yang melangkah masuk. Serin dan Aya menghadang di depan mereka. Deka lantas mengangkat alis bertanya, begitu pun yang lain.
“Mana Rendi?!” Suara Serin menggema di ruang tamu, celingak-celinguk mencari keberadaan cowok tersebut. Mereka ikut mengikuti arah pandang perempuan di sebelah Aya itu.
“Rendi!!”
“Keluar lo sini!”
“Rendi anjing! Keluar gue bilang!!” teriak Serin murka.
“Ada apa?” tanya Deka pada istrinya. Aya menatap pemuda itu lekat.
Eva serta Disa terdiam memasang raut bodoh amat.
Merasa terpanggil, mau tak mau Rendi keluar dari tempat persembunyiannya. Berjalan santai seolah tidak tahu apa-apa. Dirinya melirik ke arah sang adik, mengisyaratkan untuk segera pergi dari sana. Eva menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
USAI? (On Going)
Teen FictionBIAR GAK BINGUNG SAMA ALUR, SILAHKAN BACA JODOH UNTUK DEKAYAS TERLEBIH DAHULU!! Semenjak mengetahui kabar kehilangan istrinya, dunia Deka terasa hampa. Rasa bersalah bagaikan bayangan yang selalu mengikuti, menguntitnya tiada henti. Suara tangisan...