Keesokan harinya, suasana berjalan seperti biasanya. Namun tidak pada kedua pasangan suami istri itu. Sejak kejadian tadi malam, Aya tampak enggan untuk bicara pada Deka. Ia menghindar dari suaminya itu.Deka pun berulang kali mengajak gadis itu mengobrol, akan tetapi Aya justru memilih untuk berpura-pura tuli.
Sikap gadis itu berubah cuek. Bahkan, dalam semalaman dirinya sama sekali tidak membalikkan badan saat tidur bersama Deka.
Berbanding terbalik dengan sang suami. Deka terus menatap punggung istrinya, berharap sikap Aya yang antusias jika tidur saling berhadapan dulu kembali lagi.
Langit gelap perlahan tergantikan dengan awan putih. Semua pasang mata mulai tersadar dari lelap tidur, bergegas melakukan aktivitas di pagi hari.
Dengan wajah sembab, Aya bangun menuju kamar mandi. Sedangkan pria di sebelahnya masih asik tertidur.
Dua puluh menit berlalu, akhirnya kantuk yang dialami Deka menghilang. Dalam keadaan mata tertutup, satu tangannya meraba seperti mencari sesuatu.
Deka, sigap membuka penglihatannya itu dan tubuhnya refleks terbangun dengan memutar pandangan ke segala arah.
“Aya,” panggilnya pelan.
“Ay.”
Tak ada sahutan. Deka memilih untuk beranjak dan pergi mencari di sekitar, namun nihil ia tidak menemukan apapun.
🙈
Halaman depan villa terdapat beberapa pohon rindang, sehingga membuat terik matahari hampir tak bisa menembuskan cahayanya ke bawah tanah. Bisa dibilang itu adalah tempat ternyaman saat ingin berteduh dari sinar matahari.
Rupanya, di salah satu pohon ada seseorang yang sedang menyendiri. Duduk merenung dengan pikiran entah kemana.
“Kak Deka punya anak?” gumamnya pelan.
Aya meraih ranting pohon di dekatnya, memetik benda itu hingga beberapa bagian, pandangannya terus ke depan. Namun, tiga detik kemudian raut datarnya berubah sinis tatkala melihat wanita yang telah membuatnya semalaman menangis kini juga terlihat sedang memperhatikan dirinya dari jauh.
Ranting runcing yang tak sengaja ia petik tadi Aya remas kuat. Kepulan emosinya kembali meluap begitu saja, tatapan kosong berganti menjadi tatapan penuh dendam.
Tubuh mungilnya berdiri lalu pergi menghampiri posisi gadis perusak itu berada.
Seolah merasa puas karena berhasil memancing gadis itu pergi ke arahnya, Eva lantas meneteskan sedikit air di tepi matanya dengan raut wajah berpura-pura sedih.
“Gue turut priha--”
Plak!
Belum sempat melontarkan ejekan, wajah gadis itu langsung dihadiahi tamparan keras dari lima jari Aya. Eva menyentuh pipinya yang terasa sangat perih, sebisa mungkin ia menahan malu di depan gadis sebatas lehernya itu.
Kini mereka berdua saling beradu tatapan tajam. Satu tangan Eva terkepal kuat, rasa semangat ingin mengejek istri Deka itu seketika lenyap tergantikan dengan amarah.
Eva mengangkat telapak tangan bersiap membalas tamparan, namun Aya bergerak cepat menahan kuat tangannya. Eva mendesis geram berusaha menepis pegangan itu.
“Lepas sialan!” bentak Eva menghentak keras dan berhasil lepas dari cekalan kuat dari istri Deka itu.
Bukannya merasa jera, justru adik Rendi itu kembali menampilkan senyuman konyol. Ia menatap lamat-lamat mata sembab Aya dari jarak dekat kemudian menutup mulut menahan tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
USAI? (On Going)
Teen FictionBIAR GAK BINGUNG SAMA ALUR, SILAHKAN BACA JODOH UNTUK DEKAYAS TERLEBIH DAHULU!! Semenjak mengetahui kabar kehilangan istrinya, dunia Deka terasa hampa. Rasa bersalah bagaikan bayangan yang selalu mengikuti, menguntitnya tiada henti. Suara tangisan...