CHAPTER D. Sundapura: Tahta yang Terancam

1.5K 151 7
                                    

Apakah Anda siap menjalani misi baru di novel ini?

Ya. Tidak.

[MISI DITEMUKAN]
.
.
.
.
.
[LOADING 1% ....]
.
.
.
.
.
[...20%.....]
.
.
.
.
.
.
[76%]
.
.
.
.
.
.
[99%]
.
.
.
.
.
.
[100%]
.
.
.
.
.

Disclaimer:

Novel ini adalah karya fiksi belaka. Nama, karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini adalah hasil imajinasi penulis atau digunakan secara fiktif. Meskipun terinspirasi oleh sejarah dan budaya dari Kerajaan Sunda, cerita, karakter, dan kejadian yang digambarkan dalam novel ini tidak dimaksudkan untuk mencerminkan fakta sejarah atau orang-orang nyata. Segala kesamaan dengan tokoh, peristiwa, atau tempat dalam kehidupan nyata hanyalah kebetulan belaka. Novel ini ditulis untuk tujuan hiburan semata dan tidak bermaksud menyinggung atau menyudutkan pihak manapun.

.

.

.

.

Malam itu gelap gulita, hanya diterangi oleh sinar bulan yang tersembunyi di balik awan tebal. Pepohonan menjulang tinggi, bayangannya menciptakan siluet yang mencekam di atas tanah hutan yang lembab. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang meremang di udara. Namun, suasana yang seharusnya tenang itu kini dipenuhi oleh suara langkah kaki yang cepat, disertai deru napas yang memburu.

Adel berlari sekuat tenaga, kakinya yang lelah hampir tak mampu lagi menahan beban tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang, menggema di telinga seolah bersaing dengan deru napasnya yang terengah-engah. Di belakangnya, dia bisa mendengar suara gemerisik dedaunan yang terinjak, dan raungan rendah yang semakin mendekat. Harimau itu-seekor binatang buas dengan mata yang bersinar tajam di kegelapan-tak henti mengejarnya.

Adel terjatuh di atas tanah yang licin, lututnya menghantam batu, namun rasa sakitnya tak sempat ia rasakan karena ketakutan yang lebih besar mendominasi. Dengan cepat ia bangkit kembali, meskipun tubuhnya mulai terasa berat. Kepanikan mulai merayap masuk ke dalam pikirannya, membuatnya merasa seolah tak ada jalan keluar.

Namun, di saat-saat yang paling menakutkan itu, seberkas cahaya tiba-tiba menerobos kegelapan. Di tengah pepohonan yang lebat, dua sosok muncul dengan langkah mantap. Salah satunya tinggi dengan postur gagah, mengenakan pakaian perang yang terlihat elegan meski terselimuti bayangan. Yang lainnya lebih kecil, namun gerakannya cepat dan sigap, mata tajamnya menyapu hutan seolah mencari sesuatu.

Raden Arya dan Sangga Wiratama.

"Apa yang terjadi di sini?" suara Sangga terdengar tegas, namun penuh kewaspadaan. Ia memandang sekeliling dengan waspada, sebelum matanya bertemu dengan harimau yang mendekat.

Raden Arya, yang mengenakan baju zirah perak yang berkilauan di bawah cahaya bulan, segera menarik pedangnya. Dengan ketenangan yang mengintimidasi, ia berdiri di depan Adel, melindunginya dari ancaman harimau itu.

"Jangan takut," ucap Raden Arya dengan suara rendah yang penuh keyakinan. Matanya yang tajam menatap binatang buas itu, sementara tangannya menggenggam pedang dengan mantap. "Aku akan mengurus ini."

QUEEN OF TRANSMIGRATIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang