D. 14 Ratna 🥀

444 54 0
                                    

Keesokan paginya, bersamaan dengan suara burung yang bernyanyi diluar, tetesan air hujan yang baru saja mereda. Jayadrata perlahan membuka matanya, dia bisa merasakan kepalanya berdenyut sakit. Namun, selain itu dia juga merasakan tubuhnya sangat berat seperti ada seseorang yang berada diatas dadanya.

Jayadrata menunduk dan seketika itu juga kedua matanya membulat, saat ini terpampang jelas wajah damai Adel yang tertidur diatas dadanya. Jayadrata langsung menatap sekeliling. Astaga! dia saat ini berada di kamar Adel!

Jayadrata memejamkan matanya sejenak sembari mencoba mengontrol detak jantungnya yang berdetak sangat cepat. Semalam... semalam setelah dia meminum dua kendi arak hujan turun sangat lebat. Lalu dia merasa khawatir dengan Adel dan tanpa sadar kakinya berjalan dengan sendirinya menuju kamar ini.

Semalam... semalam setelah dia berhasil masuk kedalam kamar, dia melihat Adel tengah duduk dijendela dengan selimut tipis yang membungkus tubuhnya. Melihat air hujan yang memercik ke dalam, dia segera menutup jendela tersebut. Lalu... lalu... benda kenyal, sebuah ciuman... Ya ampun!

Jayadrata langsung meraba bibirnya sendiri, dia... dia mencium Adel! dua kali? tiga kali? entah lah dia tidak bisa mengingatnya dengan begitu jelas. Karena setelah itu dia merasa mengantuk dan semuanya gelap.

Jayadrata kembali membuka matanya, dia kemudian menunduk menatap Adel yang masih terlelap diatas dadanya yang bidang itu. Melihat Adel masih memakai pakaian secara lengkap dan hanya dirinya saja yang bertelanjang dada, Jayadrata sedikit merasa lega. Itu artinya dia tidak berbuat lebih jauh.

Perlahan tangan Jayadrata menyentuh pelipis Adel, dia tersenyum tipis melihat Adel yang perlahan mengeliat. Lalu saat kedua mata Adel terbuka dia langsung menjauhkan tangannya dan menutup mata, berpura-pura tertidur.

"Enghhh..." Adel mengeliat lalu segera bangkit dan duduk dengan wajah bantalnya. Sial, tertidur diatas bantal otot dada montok sangat nyaman ternyata.

Adel mengusap kedua matanya lalu berbalik dan menatap Jayadrata, Yin yang tadinya duduk diatas meja terbang lalu hinggap di pundak Adel. "Dia berpura-pura tidur Nona, setelah berani menyosor nona semalam. Bisa-bisanya dia berhenti di tengah jalan dan malah tertidur." kata Yin dengan bersedekap dada.

Adel terkekeh pelan, dia lalu menaikkan sebelah alisnya dan memulai pagi hari ini dengan akting yang melow. Adel mulai menunduk dan menutupi wajahnya dengan tubuh bergetar dan berusaha mati-matian mengeluarkan air matanya sendiri.

"Hiks..." Satu isakan lolos begitu saja dari bibir Adel, dengan bibir bergetar dia mulai membuka suara. "B-bagaimana ini, aku... aku sudah melakukan dosa hiks... B-bagaimana kalau aku akhirnya dimasukkan kedalam penjara setelah tidur bersama pangeran kerajaan Sundapura seperti ini hiks..."

Jayadrata yang mendengar Adel menangis segera membuka mata, dia terkejut melihat Adel yang sudah menangis hebat di depannya. Jayadrata pun dengan wajah panik menarik tangan Adel yang menutupi wajah gadis itu.

"M-maafkan aku hiks... Sudah sangat lancang, berani-beraninya rakyat jelata sepertiku tidur bersama pangeran kedua kerajaan ini." tangis Adel semakin menjadi-jadi, dia terlihat begitu ketakutan dengan tangan yang bergetar hebat.

"Tidak Lia, apa yang kau katakan? tidak-tidak jangan salahkan dirimu sendiri. Seharusnya kau menyalahkanku, maafkan aku." kata Jayadrata sembari menggeleng dan mencoba mengehentikan tangisan Adel.

"B-bagaimana mungkin aku berani menyalahkanmu Jay, kau kan pangeran kedua kerajaan ini... mana mungkin aku bisa menyalahkanmu, ini semua salahku hiks..." jawab Adel dengan nafas terputus-putus.

"Tidak Lia, bukan salahmu. Jangan salahkan dirimu sendiri, aku yang salah disini. Aku yangs eharusnya meminta maaf padamu. Maafkan aku... maafkan aku Lia..." lirih Jayadrata lalu mendekat tubuh Adel dan mengusap kepalanya dengan hati-hati.

QUEEN OF TRANSMIGRATIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang