55. Hujan

95 4 0
                                    

Happy reading💘❤️Jangan skip narasi⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading💘❤️
Jangan skip narasi⚠️

🥀☕️

Sepoian angin menabrak tubuh. Aroma amis mendung sebagai tanda akan datangnya hujan. Malam itu, Hali pulang pukul 11 malam. Setelah menghabiskan waktu terakhir bersama teman-teman sekolahnya. Juga hal yang terjadi antara dirinya dan Rhea di balkon Hotel tak akan pernah ia lupakan.

Hali berniat akan istirahat setelah sampai rumah. Masih menggunakan setelan jas lengkap ia mengendarai motornya. Bibir itu masih terukir senyuman salah tingkah yang tak bisa Hali usir karena terus mengingat apa yang sudah ia perbuat di balkon tadi.

Di jalanan yang sudah sepi, Hali membelokan motornya masuk ke dalam gang. Dari kejauhan ia melihat seorang gadis yang sedang duduk di kursi kayu rumahnya dalam posisi memeluk kedua kaki. Sempat juga beberapa kali ia menyipitkan matanya berharap dapat melihat dengan jelas.

Betapa terkejutnya Hali saat mengetahui jika gadis yang sedang duduk di depan rumahnya dalam posisi memeluk kaki adalah Nala, adiknya sendiri.

"Dek?" Buru-buru Hali turun dari motornya. Helmnya ia lepas asal hingga jatuh ke tanah. "Kenapa di luar?" Berjongkok di depan Nala.

Hali juga melihat ada dua koper di sisi Nala. Juga beberapa tas besar. Lampu dalam rumahnya mati, gelap gulita. Dan Nala duduk di kursi kayu, sendirian.

"Dek, ada apa?" Pelan-pelan Hali mengangkat kepala Nala, agar mau menunjukan wajahnya.

Nafas Hali tertahan mendapati wajah Nala sudah banjir air mata. Berantakan, kedua bola matanya sembab, hidungnya mengeluarkan cairan. Tubuhnya sesekali bergetar, Adiknya itu menangis sesegukan.

"Hey, ada apa?" Hali bertanya khawatir. Dia tak memperdulikan koper-koper itu. Dia lebih khawatir pada Adiknya.

Masih sesegukan, tapi Nala tetap berusaha untuk memberitahukan Abangnya apa yang sudah terjadi. "R-rumah kita u-udah terjual," katanya sambil sesegukan.

Di waktu bersamaan, kedua bola mata Hali memanas. Tak percaya. Kepalanya menengadah, memandangi jendela rumahnya. Bagaimana bisa ini terjadi? Bahkan Hali sudah membayar air serta listrik rumahnya secara double. Tidak adakah sedikit empati pemilik rumah pada adiknya? Tidak usah padanya, pada Nala saja.

"Kamu nggak di apa-apain, kan? Kamu nggak terluka, kan?" Hali bertanya khawatir. Sambil memeriksa sekujur tubuh Nala apakah ada luka atau tidak.

Nala menggeleng. "Aku nggak apa-apa. Pemilik rumah yang baru cuma nyuruh aku buat beresin barang-barang aja." Masih dengan sesegukan Nala berusaha untuk menjelaskan.

Detik itu juga, Hali bangkit berdiri lalu menarik Nala kedalam pelukannya. Memeluk erat. Orang-orang boleh melukainya, tapi jangan Adiknya. Nala semakin sesegukan di dalam pelukan sang Abang, sementara Hali menangis dalam diam di puncuk kepala sang Adik.

DUNIA KITA BERBEDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang