13. Upacara

135 7 0
                                    

jangan lupa follow, vote, dan komen~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

jangan lupa follow, vote, dan komen~

Enjoy~~

🥀☕️

"Oh iya, Kak." Alan melihat sang Kakak menuruni anak tangga. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu, "Teman Kakak yang kemarin, siapa sih namanya? Lari, ya?"

"Hali, gila!" Rhea membentak sepontan sembari menjatuhkan bokongnya di kursi bar dapur—duduk di depan Alan.

"Iya, itulah pokoknya si bang Hali."

"Kenapa dia?" Rhea menuangkan air putih ke dalam gelas kemudian meneguknya sembari menunggu kalimat Alan selanjutnya.

"Ternyata dia karyawannya Om Samad, ya? Gue sempat beberapa kali di layani sama dia pas jajan. Makanya waktu dia ke rumah mukanya kayak nggak asing gitu."

Rhea meletakan gelas yang telah ia gunakan di hadapannya, "Telat lo."

"Lah? Lo udah tau, Kak?"

"Menurut lo?"

"Eee.." Alan berdecak kesal karena tak mendapatkan jawaban.

Setelahnya tidak ada lagi yang bersuara. Seperti inilah suasana rumah kedua saudara itu. Sepi. Hanya ada mereka berdua saja. Rhea melirik jam dinding yang menunjukan pukul delapan malam. Daiva belum pulang kerja, biasanya mamanya itu akan pulang sekitar jam sepuluh dan akan berangkat kerja kembali pukul sembilan pagi besok.

Sebenarnya bisa saja Daiva pulang pukul lima sore tadi. Tapi karena pekerjaannya akhir-akhir ini sangat padat dan penuh dengan jadwal rapat, mau tidak mau Daiva harus mengorbankan waktu bersama anak-anaknya. Sementara itu, Rhea dan Alan sama sekali tidak keberatan. Mareka berdua mengerti dengan situasi yang sedang di alami oleh Mama mereka.

"Mau kemana, Kak?" Alan bertanya pada saat sang Kakak tiba-tiba saja beranjak dari sana melangkah menuju pintu.

"Jajan." Rhea menjawab singkat tanpa memberhentikan langkahnya.

Alan memandangi sang Kakak yang berjalan keluar dari sana hanya mengedikan bahu tak peduli. Paling Kakaknya mau bertemu dengan laki-laki yang baru saja ia bicarakan—Alan berpikir demikian.

Dengan jaket biru dongker yang membungkus tubuhnya, Rhea berjalan melewati setiap rumah-rumah mewah di komplek tempat ia tinggal. Pemandangan itu sudah tidak asing lagi baginya, karena setiap hari ia menulusuri jalan yang di penuhi dengan rumah-rumah mewah.

Apa yang di pikiran oleh Alan, nyatanya benar. Sekarang Rhea telah berjalan menuju warung om Samad, tapi bukan untuk bertemu Hali karena sekarang lelaki itu sedang sakit dan istirahat di rumah. Kemungkinan ia tidak bekerja hari ini.

DUNIA KITA BERBEDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang