30. Tidak Punya Harga Diri

119 8 0
                                    

🥀☕️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀☕️

"Ayo makan," ajak Rhea.

Sudah terdapat banyak lauk pauk, mulai dari ayam yang berbeda varian. Juga beberapa sayur mayur. Rhea mengajak Hali ke sebuah rumah makan. Mereka berdua duduk lesehan, di kedua sisinya terdapat kayu pembatas. Rhea sengaja memilih lesehan agar orang-orang tidak dapat melihat wajah Hali yang tidak baik untuk di lihat.

Bisa-bisa orang mengira Rhea-lah yang membuat Hali menangis. Padahal sama sekali bukan.

"Rhe, ini terlalu banyak."

"Gapapa. Nanti kalo nggak habis minta di bungkusin aja buat di bawa pulang. Oh iya, kira-kira Nala sukanya apa, Li?" Rhea mengambil sayur kangkung lalu melahapnya begitu saja.

"Coba liat menunya. Ada banyak banget, kamu bisa pilihin buat Nala." Rhea menyodorkan menu yang ada di sampingnya pada Hali. Gadis itu begitu bersemangat.

Hali membuka menunya. Ia sudah membukanya tadi saat memesan makanan di awal. Namun, tidak menyangka jika Rhea sungguh memesan lebih banyak dari pesanannya, bahkan yang lebih mahal tentunya.

Sejujurnya, Nala sangat menyukai daging. Dan mereka berdua hanya bisa makan daging pada saat hari raya idul adha saja. Harga daging sangat mahal. Dulu Hali masih sanggup membelinya. Tapi mengingat kondisinya yang sekarang lagi di titik terendah membuat Hali tidak mampu menjanjikan makanan enak dulu pada adiknya.

"Pesan apa aja, Li. Gausa lihat harganya." Rhea memberitahu, peka dengan mimik wajah Hali yang seakan ragu untuk memilih.

Gadis itu mengatakannya tanpa beban sedikitpun. Itu sudah bisa di tebak dengan latar belakang keluarga Rhea yang sepertinya tidak pernah merasakan hidup susah.

"Gausa, Rhe. Ini aja nanti yang di bungkusin." Hali menolak sopan, menunjuk makanan yang belum tersentuh di atas meja.

Rhea mengangguk pelan, "Yaudah gapapa."

Rhea akan selalu merasa tidak apa-apa. Mungkin Hali yang justru akan merasa tidak baik-baik saja.

"Kamu tau, Li, si china masih belom nyerah dengan cintanya. Kita tau sendirilah kalo dia hampir jadi buaya darat." Rhea memasukan makanannya ke dalam mulut.

"Kemarin dia cerita kalo ternyata nomor yang di beri Fiona ke dia bukan nomor telepon." Hali teringat Martin pernah cerita kemarin.

Rhea juga ingat Martin pernah cerita kalau dia sudah mendapatkan nomor telepon temannya. "Lah terus nomor siapa?"

"Nomor tukang galon."

Suara tawakan terdengar melangit-langit. Rhea tidak habis pikir. Segila-gilanya dia ternyata lebih gila lagi temannya.

"Martin.. Martin.. tuh anak hidupnya apes mulu."

Hali terkekeh. "Ngomong-ngomong, kalo boleh tau awal mula Martin bisa kenal Fiona dari mana?" tanyanya agar suasana tidak sepi selama waktu makan. Hali juga sebenarnya penasaran.

DUNIA KITA BERBEDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang