41. Simbiosis Mutualisme

88 4 0
                                    

Utamakan vote sebelum baca💘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Utamakan vote sebelum baca💘

Happy reading❤️

Jangan skip narasi⚠️

🥀☕️

"Harga diri laki-laki terletak pada seberapa keras dia bekerja. Jika dia sudah bekerja keras lalu tetap nggak mampu untuk mencukupi segala kebutuhannya. Sama saja dia akan merasa nggak punya harga diri." –Fiona.

🥀☕️

Pintu rumah di banting kuat oleh Rhea yang baru saja pulang sekolah. Emosi gadis itu masih meluap-luap. Rasanya semua barang di rumah ini ingin sekali di lempar olehnya. Tapi ia menahannya.

Pada saat bokong gadis itu baru saja menyentuh sofa, ia kembali bangkit karena sorot matanya tak sengaja melihat ke arah terompah yang berada di atas rak sepatu dekat pintu masuk. Ia ambil terompah itu lalu memasukannya ke dalam tempat sampah. Karena terompah itu membuat ia teringat pada si pemberi.

Tak tahan dengan emosi yang masih mengepul bagaikan asap, gadis itu memilih beranjak dari sana, menuju kamarnya. Mungkin ia butuh mandi untuk menenangkan diri.

Tak butuh waktu lama untuk gadis itu selesai mandi. Dengan baju rumahan yang sudah membungkus tubuhnya, Rhea menggantungkan handuk sebelum merebahkan tubuhnya di kasur. Tak peduli jika kasur itu akan basah karena rambutnya yang belum kering sempurna.

Baru saja berniat untuk memejamkan mata sebentar. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi pelan, menandakan ada SMS yang masuk. Rhea meraba cela bantal, lalu melihat layar ponselnya.

Nala.
Kak Rhea, aku minta maaf karena nggak bisa nyimpan rahasia.
Ku kasih tahu semuanya ke Abang.
Aku nggak berani bohong, Kak.
Aku minta maaf.

Helahan nafas panjang meluncur dari bibir Rhea setelah membaca pesan tersebut. Ia lempar ponsel itu kembali ke cela bantal. Lengan kanannya ia taruh di atas kening guna menjadi menutup mata. Suara rintihan tangis mulai terdengar. Tangis gadis itu pecah sedari tadi di tahan mati-matian.

Ucapan Hali begitu menyakitkan hati. Haus validasi. Rhea tak pernah berharap akan mendapatkan pujian dari orang. Dia selalu melakukan kebaikan seperti apa yang di ajarkan Mamanya. Tapi kenapa kebaikannya itu malah di salah artikan? Apa salah membantu orang yang kesusahan? Apa salah jika dirinya kasihan? Apa salah jika dirinya selalu berempati terhadap orang lain?

Kenapa harus Hali yang menghinanya seperti itu? Kenapa harus Hali yang mengatakan kalimat menyakitkan itu? Kenapa harus Hali yang membuatnya menangis? Kenapa?

Dinding-dinding kamar menjadi saksi bisu betapa menyakitkannya tangis Rhea yang pecah pada siang itu. Sisi-sisi bantalnya basah akibat air mata. Nafasnya naik turun, sesak. Dadanya terasa sakit seperti di tusuk oleh pisau.

DUNIA KITA BERBEDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang