Felix memegang perutnya sambil menunduk, bukan karena sakit perut melainkan lelaki itu sedang terbahak-bahak. Tawanya yang tidak berhenti sedari tadi membuat Ronald jengkel.
Ronald baru saja menceritakan kejadian mulai dari insiden di depan butik sampai tadi ia bertemu kembali dengan perempuan yang bernama Salisa dan tawarannya untuk bergabung diagensinya sebagai model. Bagi Felix itu adalah cerita terlucu yang pernah ia dengar dari Ronald.
"Sumpah, Ron. Hidup lo belakangan ini jadi lebih berwarna." Kata Felix disela-sela tawanya.
Ronald berdecak tapi tidak menyangkal perkataan Felix. Memang belakangan hidupnya sedikit berubah, ada saja kejadian tak terduga yang terjadi.
"Kok bisa ya, Ron, lo ketemu dia lagi?"
"Mana gue tau."
"Jangan-jangan lo jodoh lagi sama dia."
"Nggak mungkin lah."
"Ih, siapa yang tau! Lo kan jomblo dari lahir nih.. nah lumayan tuh dapat spek kayak Salisa. Cantik, dewasa, direktur lagi. Sikat, Bro!"
"Sinting lo, Lix."
"Udah lo terima aja tawaran dia. Terus lo pepet tuh."
"Stres lo lama-lama ya, Lix. Ada aja bacotan lo dari tadi. Udah ah, gue mau balik."
Ronald pun pergi meninggalkan Felix yang masih terus menertawakannya.
***
Beberapa hari kemudian Ronald masih menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Ke kampus untuk bimbingan skripsi dan kerja seperti biasa di sore hari. Ronald juga sudah mulai mengajar les untuk putrinya Salena yang masih berusia 10 tahun, Adela. Ronald memberikan tutor pada Adela setiap tiga kali dalam seminggu.
Seperti saat ini, Ronald sudah berada di teras rumah tempat tinggal Salena dan keluarga. Sebentar lagi sesi belajarnya dengan Adela akan dimulai.
Ronald dipersilahkan masuk oleh seorang wanita paruh baya yang dia dengar dari Salena dipanggil dengan sebutan Bi Surti. Untuk kedua kalinya Ronald masuk ke dalam rumah mewah milik keluarga Salena. Dan rasa kagum masih terus meliputi Ronald setiap melihat interior rumah mewah itu. Rumah dua tingkat itu memiliki desain interior modern kontemporer yang didominasi dengan warna putih, krem dan cokelat. Lantainya marmer, jendela-jendelanya tinggi dan besar. Desain rumah yang mengusung open space membuat rumah ini terlihat luas sekali. Pemilihan perabotannya minimalis tetapi tetap dengan sentuhan elegan dan modern, sangat lah berkelas.
Satu fakta yang Ronald ketahui adalah Salena masih tinggal di rumah orang tuanya meski dia sudah berkeluarga, jadi rumah ini adalah rumah milik orang tua Salena. "Nggak dikasih mamaku pindah," begitu kata Salena.
Memori Ronald kembali berputar ketika pertama kali dia datang ke rumah ini hari senin lalu.
"Hayoo.. Kamu cari siapa?" Suara Salena tiba-tiba mengejutkannya.
Ronald sedikit malu karena ketahuan celingak-celinguk di rumah orang yang baru pertama kali ia kunjungi. Bukan apa-apa, Ronald hanya tidak mau berpapasan dengan Salisa karena sampai detik ini ia belum ada menghubunginya lagi mengenai tawaran yang diajukan Salisa.
"Kamu masih takut sama Salisa?" Tebak Salena tapi bukan dengan alasan seperti yang Ronald pikirkan.
Salena tertawa, "Kamu tenang aja, Salisa nggak tinggal di sini. Dia tinggal di apartement-nya sendiri."
Ronald ber-ooohhh dan mengangguk, "Maaf saya bukan bermaksud nggak sopan, Bu Salena."
"Ih, panggil Mbak aja loh. Kayak tua banget dipanggil ibu sama kamu. Boleh panggil saya Mbak Nana juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
(IM)POSSIBLE
FanfictionSalisa Amira wanita mandiri berusia 32 tahun, direktur dari sebuah perusahaan manajemen artis dan pengelola bakat bernama SA Agency. Ekspresi datar, dingin, dan tegas adalah image yang Salisa bangun sejak dirinya bercerai dari mantan suaminya lima t...