Taehyung menyeringai ketika memasuki tempat yang menjadi ruang penyiksaan untuk Albern. Pria tampan itu membuka jas mahalnya dan melemparnya pada satu bawahannya.
Pria Kim mendekati sang musuh yang sudah terbaring lemah diatas lantai. Bahkan tubuhnya sudah banyak dipenuhi oleh luka, ulah para sahabat Taehyung.
"Apa kau masih hidup, Albern?" tanya Taehyung.
Pria itu membuka mata dan mendesis ketika lukanya terasa perih. Ia hanya diam sambil memandang Taehyung tajam.
"Masih hidup ternyata."
"Kau— aishh brengsek..."
Taehyung terkekeh rendah mendengar umpatan sang musuh, ia dengan sengaja menginjak salah satu tangan pria itu yang dipenuhi oleh luka.
"Apa ada kata-kata terakhir sebelum kau menjadi mayat?"
Albern dengan susah payah berucap, "L-lepaskan aku brengsek!"
Pria Kim tertawa keras, merasa lucu dengan ucapan sang musuh yang bahkan tidak akan pernah terjadi.
"Aku akan melepaskanmu ketika kau sudah menjadi mayat."
"A-aku akan membunuhmu!" teriaknya sekuat tenaga.
"Ingin membunuhku? Dengan kondisimu yang sudah lemah seperti itu?" ejek Taehyung yang membuat para sahabatnya tertawa.
Taehyung mengambil satu pistol kecil yang menjadi andalannya. Kemudian pria itu menembak sekali kaki Albern membuat sang empu berteriak.
"Kau yang sudah membunuh ibuku,"
"ARGHH!"
Taehyung menginjak dada pria itu.
"Menipu bawahanku,"
"ARGHH S-SAKIT..."
Satu tembakan lolos pada pahanya.
"Dan menyerang rumah ayahku."
Pria Kim menendang kuat tubuh Albern hingga sang empu terpental jauh.
"Lalu bagaimana bisa aku melepaskanmu begitu saja, hm?" Taehyung berjongkok disisi Albern, ia memandang pria itu dengan datar.
"M-maaf— akhh" lirih Albern dengan susah payah.
"Ucapan maafmu tidak akan membuat ibuku kembali, bajingan."
Satu tonjokan tepat mengenai wajah lebam pria itu.
"Aku sudah menantikan hari ini, hari dimana aku akan dengan leluasa menyiksamu. Jika dulu kau selalu lolos dariku, maka sekarang tidak lagi."
"Sekarang beristirahatlah dineraka."
Dan dua tembakan tepat mengenai tempurung kepala sang musuh. Taehyung berdiri dan mengambil tissue yang diberikan oleh Yoongi.
"Sekarang giliran kalian, jangan lupa untuk memberikan dagingnya pada peliharaanku." ucap Taehyung.
"Baik, serahkan pada kami."
***
Jungkook baru saja kembali dari sekolahnya, wajah anak itu terlihat pucat sekali. Pun cara jalannya tidak seperti biasanya.
"Koo."
Nyonya Jeon yang baru saja turun dari atas lantas menghampiri sang anak. Ia memegang kedua pundak Jungkook.
"Koo, kau— yaampun tubuhmu panas sekali!"
Nyonya Jeon panik setelah meraba dahi sang anak yang ternyata panas. Baru saja ingin membawa Jungkook naik keatas, tapi anak itu malah limbung dan jatuh pingsan.
"Astaga Koo! Papa! Papa!" teriaknya memanggil tuan Jeon.
"Ada apa, ma?" tuan Jeon yang sedang berada diruang keluarga sontak berlari saat mendengar teriakan sang istri.
"Koo pingsan, dia demam pa!"
Tuan Jeon mengambil alih tubuh Jungkook dan mengangkatnya untuk dibawa kekamar.
"Tolong mama telepon dokter Wang, biar papa yang bawa Koo kekamar."
"Baik pa."
Taehyung baru saja selesai membersihkan diri, pria itu masih memakai bathrobenya dan duduk disofa yang berada dikamarnya sembari menikmati satu batang rokok.
Tiba-tiba ponselnya berdering, ia dengan cepat mengangkatnya sebab itu berasal dari salah satu bawahannya yang ia suruh untuk menjaga Jungkook.
"Ada apa?"
Tuan, sepertinya tuan muda Jungkook sedang sakit. Barusan saya melihat ada seorang dokter yang masuk kedalam rumah keluarga Jeon.
Mendengar itu Taehyung langsung berdiri dari duduknya.
"Lalu bagaimana keadaan kekasihku?" tanyanya panik.
Saya belum tahu pasti tuan, sebab dokternya belum keluar dari sana.
Pria Kim menghela napas, "Baiklah, kalian tidak usah mengejar dokter itu. Biar aku yang mengurusnya."
Baik tuan.
Taehyung melempar ponselnya keatas ranjang, ia sangat khawatir dengan keadaan sang kekasih sekarang.
"Aku harus kembali ke korea sekarang juga." putusnya ingin bersiap-siap jika saja pintu kamarnya tidak diketuk oleh seseorang.
Taehyung menghela napas kasar sebelum berjalan kearah pintu untuk membukanya. Dan ternyata itu adalah sang ayah.
"Ada apa, dad?"
Tuan Kim mengernyitkan kening saat melihat wajah sang anak yang terlihat panik.
"Kenapa wajahmu panik seperti itu? Apa terjadi sesuatu?"
Pria Kim mengangguk, "Jungkook-ku sepertinya sedang sakit. Dan aku harus segera kembali ke korea untuk menemuinya."
Tuan Kim melebarkan mata. "Sakit apa? Apa kau sudah menghubunginya?"
"Tidak, nanti nomorku akan diblokir."
"Baiklah, kita semua akan ikut denganmu. Daddy juga khawatir dengan calon menantuku."
Taehyung tersenyum kecil, "Kalau begitu kita pakai pesawat pribadiku saja."
"Itu lebih bagus, daddy akan memberitahu yang lainnya dulu."
***
Saat ini nyonya Jeon sedang membujuk Jungkook untuk makan, sebab anak itu belum memakan apapun sejak tadi.
"Koo tidak mau ma, itu akan terasa pahit." ucap anak itu merengek.
"Tiga sendok saja ya, agar perutmu terisi. Dan lagi setelah ini kau harus meminum obatmu nak."
Namun Jungkook malah menggeleng dan menutup mulutnya dengan kedua tangan kecilnya. Nyonya Jeon hanya bisa menghela napas.
"Nanti jika kau tidak makan, kau tidak akan sembuh." ucapnya, namun lagi dan lagi anak manis itu hanya menggeleng.
"Nanti setelah makan, mama akan buatkan kamu cookies kesukaanmu. Bagaimana?"
Jungkook berfikir sebentar sebelum mengangguk, "Eum oke! Tapi bikinnya harus banyak ya!"
Nyonya Jeon mengangguk sembari tersenyum manis, "Iya nanti mama buatkan yang banyak, berbagai macam rasa pula. Tapi Koo harus makan dulu setelah itu minum obat. Oke?"
"Oke!"
"Yasudah sini mama suapi, bangunnya pelan-pelan."
Nyonya Jeon membantu sang anak untuk duduk bersandar dikepala ranjang.
"Uhh, kepalaku pusing sekali..." adunya membuat nyonya Jeon mengelus kepala hangat itu.
"Makanya Koo harus makan dan minum obatnya, agar sakit kepalanya hilang."
Jungkook hanya mengangguk. Dengan itu nyonya Jeon dengan sigap menyuapi sang anak.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dápper • taekook [END]
Romance"I will make you mine." Banyak yang menggilainya, banyak yang terang-terangan menggodanya. Tapi, ia sama sekali tak tertarik pun melirik. Sebab, ia lebih tertarik pada pemuda cantik yang dengan terang-terangan menatapnya tak suka.