Jungkook memejamkan matanya begitu ia.melihat gedung apartemen tempat ia tinggal sementara ini bersama Seokjin.
Jam sudah menunjukkan pukul enam
sore dan langit pun perlahan gelap karena di sini matahari terbenam sekitar pukul lima sore.Setelah membayar taksi, pria itu lekas
melangkah menuju kamar apartemen
tempat ia tinggal karena Jungkook begitu lelah. Tesisnya sudah hampir rangkum dan sebentar lagi dia akan mengikuti ujian. Semakin dekat dengan wisuda dan fokus terbarunya ialah seokjin beserta calon bayi mereka. Ini akan menjadi tanggung jawab baru untuknya dan ia akan memberikan yang terbaik.Jungkook masuk ke dalam apartemennya dengan wajah lelah. Dia menggantung mantel hitam miliknya di tempat khusus lalu menyimpan sepatu yang ia kenakan. Iris hitamnya langsung tertuju kepada sang istri yang duduk diam di sofa sembari menonton televisi dan meminum coklat hangat.
"Jinnie, kamu gak istirahat?" Jungkook
pergi ke dapur lalu membuka kulkas. Dia
mengambil minuman kaleng dari sana
sebelum memilih untuk duduk di samping istrinya yang masih diam itu.Hubungan mereka tidak kaku seperti
sebelumnya, Jungkook senang karena ia bisa dengan bebas tertawa dan menceritakan apa saja seolah mereka bersahabat seperti dulu."Aku nunggu kamu pulang, Jung."
"Oh gitu, udah makan belum? Maaf aku gak ngabarin pulang, batere aku abis soalnya. Hari ini berat banget, banyak yang mesti aku bahas sama pembimbing tapi dia bilang aku siap buat ikut ujian."
"Hemm. Jungkook," panggilnya.
Seokjin meletakkan gelas ke atas meja lalu mematikan televisi. Dia menatap serius ke arah Jungkook dan tampaknya Seokjin mencurigai sesuatu."Kenapa?"
"Kamu beneran gak pernah ada komunikasi lagi sama Jimin selama ini?" tanyanya langsung.
Jungkook mengerutkan dahinya, kenapa tiba-tiba mereka membahas soal Jimin?
"Gak ada lah. Ngapain juga aku nyari dia lagi?"
"Emang bukan kamu, tapi dia yang nyari
kamu. Jimin tadi siang ke sini, aku gak
tau dari mana dia dapet alamat kamu
tapi dia nekat nyari kamu. Jimin masih
gak terima sama keputusan kamu buat
nikahin aku dan dia bilang kalo aku
penyebab kenapa kalian putus. Apa dia
sempat telepon kamu?" jelasnya.Jungkook kini mengerti kenapa Seokjin tampak diam hari ini. Emosinya sedang terganggu karena kedatangan Jimin tiba-tiba.
"Aku gak tau kenapa dia bisa tau. Jujur
aja, aku gak pernah kasih dia alamat
apartemen kita. Dia pasti nekad nyari
dengan caranya. Udahlah, Jin... Lain kali
kamu jangan terpancing sama Jimin.
Hubungan kami beneran udah selesai,
kalo kamu masih gak percaya.""Aku sadar, Jungkook. Aku ngerebut kamu dari dia, aku bikin dia hancur karena kehilangan kamu sampai dia nekad datengin aku. Tapi apa kamu bakal bela dia kalo sampai Jimin dateng kemari lagi?" tanyanya.
Jungkook mulai sedikit merasa terganggu dengan pertanyaan Seokjin. tidak bisakah kali ini Seokjin tak membawa orang lain dalam pembicaraan mereka? Jungkook sudah
pernah mengatakan kalau ia hendak
serius dengan pernikahan ini dan ia tidak mau mengungkit apa yang sudah terjadi karena itu hanya akan membuka luka lama."Jinnie, apa kamu emang tipikal orang
yang selalu menuntut seperti ini? Kenapa kamu gak biarin aja semuanya berjalan apa adanya? Gak ada untungnya kamu tanya ginian karena jawaban aku ya pasti bertentangan sama pikiran kamu. Denger Jin, aku gak sejahat yang kamu kira. Hanya karena kita nikah akibat perjodohan, bukan berarti aku mau jahatin kamu. Aku gak segila itu."Jungkook meletakkan minuman kalengnya ke atas meja, dia beranjak masuk ke dalam kamar karena membahas persoalan ini tidak akan ada ujungnya. Jikalau dia mengatakan bahwa cintanya kepada Jimin sudah selesai pun, ada kemungkinan besar Seokjin tidak memercayainya.
