chapter 11

992 156 31
                                    

Tidak terasa sudah satu Minggu sejak
hari pernikahan itu. Ini adalah malam
terakhir seokjin bisa bersama jungkook
sebelum suaminya berangkat ke Sydney besok pagi. Dia tidak bisa tidur, sedari tadi iris matanya bolak-balik menatap jam digital di atas meja nakas seolah tidak rela detik demi detik itu terlewatkan begitu saja.

seokjin perlahan melirik jungkook yang
tidur membelakanginya. Mereka hampir
tidak pernah tidur berhadapan selama
satu Minggu ini. Hanya dua kali seokjin
bisa melihat wajah tampan suaminya,
yaitu saat di malam pertama mereka
dan malam kedua. Setelah itu, hanya
punggung jungkook yang mampu seokjin lihat setiap malam. Tidak ada ucapan selamat tidur bahkan senyuman apalagi sebuah ciuman.

seokjin tidak bisa berharap banyak.
Sampai kapan hubungan mereka seperti ini? Hanya sebatas untuk berhubungan seks saja kah? Sampai kapan pula seokjin mesti bersabar dan berusaha menarik perhatian jungkook? Jika ini dilakukan untuk jangka waktu yang lama, entah apakah seokjin bisa bertahan atau mungkin menyerah terhadap Jungkook.

Dia duduk menyandar di kepala ranjang. seokjin menekuk kakinya lalu menyangga kepalanya di atas lutut. Dia merasa sepi setiap hari, rasanya seperti tidak ada semangat yang bisa membantunya beraktivitas. Selama seminggu ini.

Jungkook jarang sekali membuka obrolan dengannya. Dia hanya akan berbicara ketika menginginkan sesuatu saja atau hal yang berkaitan dengan pekerjaan saja. Membosankan, seokjin ingin sekali diperhatikan oleh suaminya.
Suara angin di jendela mengisi kekosongannya di malam itu. seokjin
ingin menangis, tapi ia tidak mau terlihat sangat lemah. Menangis tidak akan menyelesaikan masalah, setidaknya itulah kenyataan yang harus seokjin ketahui.

"Kamu gak tidur?" Suara itu menyadarkan seokjin seketika. Dia melirik jungkook yang masih berbaring membelakanginya, tapi sepertinya Jungkook tidak benar-benar tidur.

"'Aku gak bisa tidur. Mungkin karena tadi
sore aku minum kopi," jawabnya pelan.
Bukan kopi penyebabnya, seokjin kebal
terhadap kafein jadi tidak mungkin kalau dia insomnia karena secangkir kopi.

Jungkook tidak mengatakan apapun
setelahnya. Dia diam untuk beberapa saat sebelum berkata,

"Maaf, Jin."

seokjin mengedipkan matanya
berulangkali. Kenapa Jungkook meminta maaf kepadanya?

"Maaf untuk apa, Jung?"

Jungkook beranjak duduk. Rambutnya
yang berantakan semakin menambah
ketampanan di wajahnya. Pria ini selalu
berkharisma dalam keadaan apapun.
Mata Jungkook menatap lurus ke arah vas bunga yang diletakkan tepat di meja tv. Sebenarnya dia juga tidak bisa tidur karena memikirkan kesalahan yang ia perbuat terhadap seokjin.

"Aku nyakitin kamu dengan pernikahan ini. Aku gak tau apa arti pernikahan di mata kamu, tapi aku merasa kamu gak bahagia. Jangan pura-pura di depan aku, Jinnie."

seokjin tersenyum perih, dia mengusap
cincin pernikahan di jari manisnya.

"Pernikahan kayak di negeri dongeng
itu impian aku, Jung. Aku percaya kalau
pernikahan bisa membantuku dalam
menyelesaikan persoalan hidup. Dengan
menikah, aku bisa tukar pikiran sama
pasangan ku, mungkin juga saling
berbagi candaan. Bisa tertawa, bisa
senyum terus. Kayak sekarang," katanya.
Dia tersenyum lebar kepada Jungkook.

Seokjin ingin memastikan kalau menikah dengan Jungkook merupakan hal paling membahagiakan di hidupnya.

"Tapi aku gak liat senyum itu. Mungkin
bibir kamu tersenyum, tapi kayaknya itu
palsu. Kamu hanya pura-pura bahagia,"

Seokjin tertawa kecil, dia meraih telapak tangan jungkook dan menggenggamnya.

"Kamu... Kamu emang dari dulu selalu
perhatian sama aku, Jungkook. Aku bisa tau karena kita udah saling kenal dari kecil bahkan dari bayi. Kalo aku gak dapet cinta kamu, paling nggak aku bisa ngerasain diperhatikan sama kamu." jelasnya.

Married without loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang