Cinta?
Sebagai pecinta film dan novel romance garis keras, tentu ia tau seperti apa itu cinta. Cinta terlihat sangat indah jika dirasakan dan dilihat dari disana.
Namun di dunia nyata Gabatha tidak tau benar cinta itu seperti apa. Gabatha tidak tau...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy Reading ❥
{ CHAPTER LIMA BELAS }
Gava menghentikan motornya di parkiran apotek, sesuai permintaan dari Gabatha. Katanya ada barang yang ingin dibeli.
Belum sampai motornya terparkir dengan benar, Gabatha langsung turun dan berlari masuk ke dalam apotek meninggalkan Gava yang melongo kaget karena ditinggalkan begitu saja, apalagi gadis itu masih memakai helm pinknya.
Gabatha bertanya kepada apoteker disana tentang obat tetes untuk luka karena babak belur di wajah, ia juga membeli kapas dan air mineral. Setelah mendapat apa yang dia mau dan membayarnya, ia pergi menemui Gava yang menunggu di parkiran apotek.
Gabatha menatap Gava sebentar, Gava yang ditatap lekat oleh Gabatha, senang sekaligus heran melihat tingkah gadis didepannya ini. Entah kenapa ia sedikit gugup melihat raut serius Gabatha yang menatapnya.
"Mau ngapain?" tanya Gava, melihat Gabatha membasahi sapu tangan corak pink bergaris milik gadis itu dengan air mineral.
"Gue mau obati luka lo, boleh ya?" pinta Gabatha.
"Boleh," jawab Gava.
Dia memperbolehkan Gabatha untuk mengobati lukanya, karena memang memar diwajah Gava belum diobati. Sekalipun sudah diobati Gava tetap tak bisa menolak permintaan gadis didepannya yang sudah sibuk mengusapkan sapu tangan yang sudah basah dibeberapa titik lukanya.
Gava menahan nafasnya untuk beberapa saat, wajah Gabatha terlalu dekat untuknya bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas Gabatha diwajahnya.
Dan sepertinya ia telah jatuh, jatuh sejatuh-jatuhnya dengan gadis ini, jantungnya berdetak lebih cepat sangat cepat, ia bahkan takut sendiri dengan detakan jantungnya.
Setiap detail wajah Gabatha benar-benar sangat cantik. Mungkin saat proses pahatan, orang tuanya sudah me-request terlebih dahulu akan seperti apa bentuknya.
"Maaf," ucap Gabatha tulus, wajahnya berubah sendu.
Gava kaget mendengar permintaan maaf secara tiba-tiba dari mulut Gabatha.
"Untuk?" tanya Gava melihat Gabatha yang sudah selesai mengobatinya dan membereskan obat yang dibeli tadi.
Gabatha berdiri disamping Gava yang saat ini tengah berdiri menyender dimotor vespanya.
"Semuanya, termasuk ucapan gue yang udah keterlaluan sama lo, gara-gara gue juga lo kena pukul, gara-gara gue orang tua lo dateng ke sekolah dan liat anaknya dipukuli," ucap Gabatha menunduk.