"Aw... Sakit sekali!."
"Kenapa? Ada apa?."
"Perut ku sakit sekali.. Sshh.."
"Air? Ada air? Air apa ini?."
"Sepertinya ketuban."
"Hah? Ketuban? Bukan air karena kau buang air kecil?."
"Bisa-bisanya kau bercanda disaat seperti ini! Perut ku sakit sekali sekarang. Aw!."
"Perlu ku panggilkan tabib?."
"Tentu saja! Astaga..."
"Baik. Kau tenang dulu disini."
Arabella, sang putri terus memegang perutnya seraya mengatur nafas. Ia benar-benar merutuki kebodohan Nathaniel disituasi genting seperti ini. Wajahnya memang terlihat sangat panik tapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan membuat Arabella kesal setengah mati. Pengetahuan tentang kehamilan Nathaniel masih begitu minim, mungkin karena sangat panik sampai-sampai tidak tau apa yang harus dilakukan untuk membantu.
Saat itu, keduanya tengah menikmati sore hari yang cerah di taman belakang kediaman Arabella dengan Nathaniel yang selalu mengusap lembut perut Arabella yang terlihat begitu besar baginya. Usianya memang sudah menginjak sembilan bulan, belum ada kepastian kapan sang buah hati akan keluar. Baru setelahnya, Arabella merasakan sakit luar biasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Seluruh tulang dalam tubuh seakan dipatahkan secara bersamaan, di waktu itu juga tubuhnya terasa dipaksa untuk terbelah menjadi dua guna mengeluarkan makhluk lain yang ada dalam tubuh, sehingga sangat wajar jika sampai menghasilkan kesakitan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata.
Tidak lama Nathaniel memanggil para tabib yang akan membantu Arabella bersalin, sebab ia berlari kesetanan tanpa ingin peduli jika suaranya bisa saja memenuhi setiap sudut ruang di istana, yang paling penting adalah istrinya segera diberikan penanganan terbaik sekarang.
Dengan gerakan cepat, Nathaniel menggendong Arabella menuju kamar. Mengabaikan berat badan yang bertambah sebab mengangkat dua beban sekaligus. Pikirannya sudah tidak karuan hingga rasa berat itu seakan bukanlah apa-apa dan tidak terlalu dirasa.
Nathaniel membaringkan tubuh sang istri perlahan diatas kasur, kemudian para tabib mulai menyiapkan segalanya dari memakaikan Arabella kain untuk menutupi bagian inti, sewadah air untuk mencuci tangan sebab banyaknya darah yang keluar hingga mengotorinya, dan juga digunakan untuk mengelap bagian inti dengan kain basah.
Sang tabib terus memberikan instruksi, dengan Nathaniel yang selalu menyemangati karena berada disebelah sang istri. Tapi detik selanjutnya, tepat setelah Arabella mencoba melirik Nathaniel, ia tertawa disela rasa sakit yang melanda hingga membuat sang pangeran terheran karenanya.
"Kenapa kau tertawa? Tidak ada yang lucu Ara! Astaga.." Ujar Nathaniel, ia merasa panik sendiri melihat kelakuan Arabella.
"Jika kau melihat wajah mu sekarang, sudah pasti kau juga akan tertawa." Ujar Arabella, masih sempat berbicara panjang padahal mimik wajah sudah tidak karuan.
"Terserah kau saja, tapi sekarang fokus dulu untuk mengeluarkan anak kita. Aku sungguh tidak ingin terjadi apa-apa dengan kalian." Ujar Nathaniel lagi. Kembali Arabella terkekeh meski dibarengi ringisan.
"Kau sungguh lucu dengan wajah panik seperti itu." Ujarnya lagi, merasa aneh sebab sang pangeran yang biasanya manja dan mesum kini merubah ekspresi wajah menjadi tegang dan kaku, padahal Arabella yang tengah menjalani persalinan pun rasanya biasa saja meski sakit tiada terkira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Change Of Destiny (Tamat)
FantasyMenceritakan tentang seorang gadis bangsawan yang pada awalnya begitu ceria dan penuh dengan senyuman, sebelum sang kekasih pergi untuk selama-lamanya dari kehidupannya karena sebuah insiden. Ia menjadi pribadi yang bertolak belakang dengan sikapnya...