Bukan Kejutan

65 3 0
                                    

Pagi kala itu, suasana terlihat begitu damai dengan sinar kemuning matahari yang lembut menyapa setiap benda yang dapat dijangkaunya. Embun bening membawa kesegaran tersendiri, dengan langit biru dan gumpalan awan putihnya yang apik. Kicauan burung mencari rezeki terdengar bersahut-sahutan seakan tengah memberitahu kepada seluruh dunia bahwa Tuhan akan selalu ada dan tidak akan membiarkan mereka kelaparan.

Arabella tengah duduk terdiam di taman kediamannya yang berada tepat dibelakang bangunan, bukannya tidak melakukan apa-apa, justru ia sedang fokus dengan lukisan yang sedang digarapnya. Melukis adalah salah satu kegiatan yang menyenangkan menurut sang putri meski seringnya melatih kesabaran karena harus cermat dan detail dalam memulas warna keatas kanvas, sehingga semua itu bisa dengan mudah mengalihkan pikirannya yang terlalu berpusat pada Nathaniel.

Dua hari telah berlalu setelah ia dan Lily menghabiskan waktu bersama di danau waktu itu, jadi total hari yang telah Arabella lewati tanpa kehadiran Nathaniel disisinya adalah lima hari. Arabella sudah mulai terbiasa, tapi bukan berarti ia tidak merindukan suaminya itu. Hanya saja ia baru berpikir, di kehidupannya yang dulu saja ia sanggup hidup bertahun-tahun di lingkaran kesendirian dan kesepian, lalu mengapa hanya ditinggal beberapa hari saja begitu berat? Ia memang tidak menyangka dengan dirinya sendiri.

Arabella masih terfokus dengan kuas ramping dan kanvas yang ada didepannya. Mewarnai setiap detail yang telah ia gambar sebelumnya, ia sama sekali tidak memperdulikan apapun yang ada disekitarnya. Pusat perhatiannya saat ini berada di tangan lukisannya yang baru setengah jadi itu. Meski tidak terlalu pandai, tapi lukisan Arabella bisa dikatakan cantik bagi seorang biasa sepertinya yang bukan seniman.

Cup.

"HAH?."

Arabella menarik nafasnya tajam begitu merasakan sesuatu yang lembut dan dingin menyentuh kulit pipinya, reflek ia membalikkan badan untuk melihat siapa pelaku yang telah menciumnya sembarangan.

"Kau..."

"Merindukan ku sayang?."

Ucapan Arabella terpotong begitu melihat siapa yang ada dihadapannya saat ini, apalagi setelah ia mengatakan hal yang memang sedang Arabella rasakan.

"Nathan?."

"Ya. Aku disini sekarang."

Tanpa memikirkan apapun lagi Arabella segera mendekat dan memeluk Nathaniel tanpa rasa malu. Ia luapkan segala rindu yang tumbuh subur didalam hatinya, membenamkan diri semakin dalam di dada bidang yang keras tapi begitu nyaman tersebut.

"Aku juga sangat merindukan mu."!Ujar Nathaniel seakan Arabella telah menjawab pertanyaan yang ia ajukan tadi. Dari pelukannya saja sudah cukup menjelaskan betapa Arabella ingin bertemu dengan suaminya itu.

Untuk beberapa saat keduanya hanyut dalam pelukan, merasakan kehangatan dan kenyamanan dari setiap nafas yang dihembuskan. Tidak ada jarak lagi antara keduanya.

Arabella yang mengeratkan pelukannya pada area perut hingga ke punggung, sedangkan Nathaniel memeluk punggung sang putri dengan salah satu tangannya sedang tangan yang lainnya mengusap penuh kelembutan dan kasih sayang kepala serta rambut istrinya.

Sesekali ia kecup puncak kepala yang menyebarkan wewangian bunga di indra penciumannya itu. Candu sekali rasanya, entah sampai kapan mereka ada di posisi seperti itu. Yang pasti ini akan memakan banyak waktu, tapi mereka tidak cukup acuh akan hal itu.

Tidak ada yang bersuara, sunyi menghiasi kisah pertemuan antara keduanya. Menciptakan suasana syahdunya sendiri tanpa ingin diganggu dan tidak merasa terganggu oleh siapapun jika memang ada yang mengganggu.

Pelukan terurai oleh Nathaniel yang melepaskannya, namun sayangnya bukan kata-kata penenang atau pemanis yang berasal dari pita suaranya yang ia ucapkan sebagai ungkapan rasa rindu, hanya bibir. Yah.. Bibirnya lah yang beraksi dengan mencium ganas sang istri, tidak peduli lagi dimana mereka berada karena yang Nathaniel pedulikan hanya lah rasa rindunya terobati.

Change Of Destiny (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang