Pagi itu, Lavinia terbangun di dalam kamar yang sama dengan Alistair, perasaan hampa memenuhi dadanya. Udara dingin menusuk kulitnya, dan ingatannya kembali pada kejadian beberapa hari yang lalu. Saat itu, Alistair telah mengambil sesuatu yang berharga darinya—bukan hanya tubuh, tetapi juga harga dirinya. Dia telah menghancurkan Lavinia dalam cara yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Lavinia menghela napas panjang, merasa bodoh karena telah terbuai oleh pesona gelap pria seperti Alistair. Seharusnya ia tidak pernah menyerah pada kelembutan yang ia tunjukkan, seharusnya ia tetap menjaga jarak dan tidak membiarkan dirinya terjebak lebih dalam.
Dengan cepat, Lavinia bangkit dari tempat tidur, meraih meja kecil di sisi ranjang, mencari sesuatu yang sangat ia butuhkan: obat yang akan memastikan ia tidak hamil. Obat itu menjadi satu-satunya perlindungannya dari terikat selamanya dengan pria yang ia sebut monster.
Beberapa malam yang lalu, Alistair telah membuatnya menyerahkan dirinya tanpa perlawanan, tetapi kali ini, Lavinia tahu ia tidak boleh hamil dari pria itu.
Namun, saat tangannya menyapu permukaan meja, jantung Lavinia berdegup kencang. Obat itu tidak ada di sana. Kepanikannya semakin memuncak. Di mana obat itu? Bagaimana jika ia telah kehilangan kesempatan terakhirnya untuk melarikan diri dari nasib yang mengerikan?
Saat pikirannya berputar-putar, tiba-tiba terdengar suara berat di balik punggungnya. Suara Alistair. "Kau mencari ini, Lavinia?"
Suara itu membuat Lavinia terpaku di tempatnya. Ia tidak bisa bergerak, seluruh tubuhnya terasa membeku. Bagaimana Alistair bisa menemukannya?
Lavinia menoleh perlahan, dan di sana, di tangan Alistair, ia melihat botol kecil yang selama ini ia sembunyikan. Obat yang ia butuhkan. Wajah Alistair penuh dengan senyum tipis yang dingin dan menakutkan, seolah-olah dia telah memenangkan permainan yang bahkan Lavinia belum sempat sadari.
"Kau sengaja melakukan ini agar tidak mengandung anakku, benar begitu, Lavinia?" Alistair melangkah mendekat, suaranya rendah dan penuh ancaman. Lavinia tidak bisa berbicara, perasaannya campur aduk antara ketakutan dan kemarahan. Dia tahu bahwa Alistair tidak akan membiarkannya lolos begitu saja.
"Jawab aku, Lavinia," lanjutnya, tatapan tajamnya menembus hati Lavinia. "Apakah kau pikir kau bisa terus bermain-main denganku dan lolos begitu saja?"
Lavinia mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan diri. "Aku... aku tidak ingin terikat padamu selamanya," suaranya bergetar, tetapi ia tetap berbicara dengan tegas. "Aku tidak ingin anak darimu. Tidak setelah semua yang kau lakukan."
"Kau selalu punya pilihan, Lavinia. Tapi ingat, di rumah ini, di hidup ini, semua keputusan ada di tanganku."
Lavinia tahu bahwa ia harus menemukan cara untuk melawan. Tapi bagaimana caranya ketika Alistair telah mengendalikan segalanya, bahkan masa depannya?
Lavinia menatap Alistair dengan campuran amarah dan ketakutan. Pria itu berdiri di depannya dengan tatapan dingin, memegang obat yang selama ini menjadi satu-satunya cara Lavinia untuk melindungi dirinya dari kemungkinan yang paling ia takuti: mengandung anak dari pria yang selama ini ia sebut monster.
Alistair perlahan melemparkan botol kecil itu ke dalam perapian di sudut kamar, membiarkannya terbakar tanpa rasa bersalah.
Lavinia tiba-tiba tidak bisa berkata-kata lagi. Tubuhnya terasa kaku, namun sebelum ia bisa mengumpulkan keberanian untuk merespons, sesuatu yang aneh terjadi. Rasa dingin menjalar dari punggungnya hingga ke seluruh tubuh. Kepalanya berdenyut, dan perlahan, rasa sakit yang pernah ia alami beberapa hari lalu kembali menyerangnya.
Tubuh Lavinia tiba-tiba melemas. Kakinya gemetar, dan pandangannya kabur. Kepala Lavinia seperti terbentur sesuatu yang keras, menyebabkan seluruh dunia di sekitarnya berputar. Hidungnya mulai mengeluarkan cairan merah pekat—darah yang mengalir perlahan dari lubang hidungnya, membasahi bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess's Deception
RomanceSaat Lavinia terbangun, perasaan aneh menyelimuti dirinya. Tubuhnya terasa berbeda, dan lingkungan di sekitarnya terasa asing. Dia membuka matanya dan melihat ruangan dengan perabotan mewah, penuh dengan dekorasi antik. Kepala Lavinia terasa berat...