27. The Gift of Love

50 9 0
                                    

Satu bulan berlalu, malam di kota kecil tempat Lavinia dan Miriam berlindung itu tenang. Lavinia duduk di sofa kecil di ruang tamu rumah sederhana yang mereka sewa, tangannya memegang perutnya yang semakin membesar. Bayi dalam kandungannya bergerak pelan, dan itu membuatnya tersenyum samar.

Namun, di balik senyum itu, ada keraguan yang terus membayangi hatinya.

Christopher datang dari dapur, membawa secangkir teh hangat untuk Lavinia. "Untukmu," katanya lembut sambil menyerahkan cangkir itu. Tatapannya lembut, penuh perhatian seperti biasa.

Lavinia mengambil cangkir itu dengan tangan gemetar. "Chris, kau tidak perlu melakukan semua ini. Aku... aku tidak ingin merepotkanmu."

Christopher hanya tersenyum, duduk di kursi di depannya. "Ini bukan soal merepotkan, Lavinia. Aku melakukan ini karena aku ingin. Kau, dan bayi ini, berarti banyak bagiku."

Kata-katanya membuat Lavinia tercekat. "Tapi dia bukan anakmu, Chris. Dia... dia anak Alistair." Suaranya melemah, seperti takut menyebut nama itu akan memanggil pria dari masa lalunya kembali.

Christopher tidak menunjukkan tanda-tanda terganggu. Ia malah tersenyum lebih lembut, seperti memahami rasa bersalah yang Lavinia rasakan. "Aku tahu, dan itu tidak mengubah apa pun. Anak ini adalah bagian darimu, Lavinia. Dan itu sudah cukup bagiku untuk mencintainya seperti aku mencintaimu."

Lavinia terdiam. Hatinya terasa berat. Bagaimana mungkin ada pria sebaik ini? Bagaimana mungkin Christopher, dengan segala kelembutan dan perhatiannya, tidak merasa terbebani oleh masa lalunya yang kelam?

Di dapur, Miriam memperhatikan mereka dari celah pintu, senyumnya tak bisa disembunyikan. Ia ingat saat-saat penuh ketegangan ketika mereka berdua berusaha kabur dari Ravenswood Manor, di tengah ancaman dan kekuasaan Duke Alistair yang begitu besar.

Miriam tahu Lavinia pantas mendapatkan kebahagiaan, dan melihat Christopher, ia merasa bahwa mungkin inilah jawaban dari doa-doa yang selama ini ia panjatkan untuk nyonyanya.

Miriam melangkah masuk ke ruang tamu dengan membawa sepiring kecil kue yang baru saja ia buat. "Nyonya, kau perlu makan lebih banyak," katanya sambil meletakkan piring itu di meja. "Bayi ini butuh nutrisi yang cukup."

Lavinia tersenyum kecil, merasa terhibur oleh perhatian Miriam. "Kau tidak harus terus memanggilku 'nyonya', Miriam. Kita sudah bukan di Ravenswood Manor."

Miriam tertawa kecil. "Kebiasaan, Nyonya. Lagipula, aku senang melihatmu seperti ini. Usaha kita kabur dari tempat itu tidak sia-sia. Sekarang, kau punya seseorang yang peduli padamu." Miriam melirik Christopher dengan senyum penuh arti.

Christopher hanya tertawa kecil, tetapi Lavinia merasa wajahnya memanas. Ia mengalihkan pandangannya ke cangkir teh di tangannya. "Aku hanya berharap... semua ini tidak berakhir buruk," katanya pelan.

Christopher menyandarkan tubuhnya, menatap Lavinia dengan serius. "Kita akan menghadapi apa pun yang terjadi bersama, Lavinia. Aku tahu Alistair tidak akan berhenti begitu saja, tapi aku juga tidak akan menyerah untuk melindungimu. Kau layak merasa aman, layak merasa bahagia."

Miriam mengangguk setuju. "Dan kau punya aku juga, Nyonya. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi."

Air mata mulai menggenang di mata Lavinia. Untuk pertama kalinya sejak ia meninggalkan Ravenswood, ia merasa benar-benar dilindungi.

Meski masa depan masih penuh ketidakpastian, ia tahu bahwa ia tidak lagi sendirian. Christopher dan Miriam telah menjadi tembok pelindung baginya, dan bayi yang ia kandung adalah harapan baru yang akan terus ia perjuangkan.

Dengan suara bergetar, Lavinia akhirnya berkata, "Terima kasih, kalian berdua. Aku tidak tahu apa yang telah kulakukan untuk pantas mendapatkan kalian."

The Duchess's DeceptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang