Miriam segera meraih tangan Lavinia, membimbingnya kembali ke dalam rumah kecil mereka. Pintu ditutup rapat, dan Miriam mengintip dari jendela untuk memastikan pria itu belum mendekat.
"Kita harus pergi sekarang," bisik Miriam, suaranya penuh kepanikan. "Kalau tidak, mereka akan membawa Anda kembali."
Lavinia mengangguk cepat, lalu meraih tas yang sudah disiapkan untuk keadaan darurat. Dia tahu waktu mereka sangat singkat.
Tanpa banyak bicara, mereka menyelinap keluar melalui pintu belakang dan berlari menuju gereja Santa Lucia, tempat di mana Sister Marguerite tinggal.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, mereka tiba di gereja kecil yang teduh di ujung jalan. Miriam mengetuk pintu kayu besar itu dengan keras, berharap seseorang segera menjawab.
Tak lama kemudian, pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah seorang wanita tua dengan jubah biarawati.
"Sister Marguerite?" tanya Miriam, terengah-engah.
"Ya, siapa kalian?" tanya Sister Marguerite, tatapannya penuh selidik.
"Étienne mengirim kami. Kami butuh bantuan," jawab Miriam cepat.
Sister Marguerite membuka pintu lebih lebar dan membimbing mereka masuk ke dalam gereja. Mereka segera menjelaskan situasi mereka, dan meskipun awalnya terlihat ragu, Sister Marguerite akhirnya setuju untuk membantu mereka.
"Kalian tidak aman di sini. Penjaga Duke pasti akan segera menyisir gereja ini. Saya akan membawa kalian ke sebuah biara terpencil di pedesaan. Di sana, kalian bisa bersembunyi untuk sementara waktu," kata Sister Marguerite.
Lavinia memandang Miriam dengan gugup. "Ini tidak cukup, Miriam. Aku harus benar-benar menghilang. Selama aku memiliki wajah ini, mereka akan selalu menemukanku."
Miriam menggelengkan kepala, wajahnya penuh kekhawatiran. "Tidak, Nyonya. Anda tidak perlu melakukan hal itu. Kita hanya perlu bergerak lebih jauh lagi."
Lavinia menghela napas berat. "Kau tahu itu tidak akan cukup. Wajahku adalah wajah Duchess Ravenswood. Semua orang akan dengan mudah mengenalinya. Jika aku ingin melindungi anak ini, aku harus melakukan ini."
Sister Marguerite memandang Lavinia dengan penuh simpati. "Ada seorang tabib di biara tempat kita akan pergi. Dia mungkin bisa membantumu dengan rencanamu. Tapi, kau harus benar-benar yakin, karena tidak ada jalan kembali setelah ini."
Miriam terus berusaha membujuk Lavinia untuk membatalkan idenya, tetapi Lavinia tetap teguh. "Aku tahu ini keputusan besar, Miriam. Tapi ini adalah satu-satunya cara agar aku bisa hidup bebas, agar anakku bisa tumbuh tanpa bayang-bayang Ravenswood atau Alistair."
Dengan bantuan Sister Marguerite, mereka memulai perjalanan ke biara terpencil itu di bawah naungan malam. Perjalanan itu panjang dan melelahkan, tetapi mereka akhirnya tiba di sebuah bangunan batu tua yang tersembunyi di antara bukit-bukit hijau. Biara itu sepi dan tenang, hanya dihuni oleh beberapa biarawati yang setia.
Di sana, Lavinia bertemu dengan tabib tua bernama Giovanni, seorang pria dengan tangan yang cekatan dan mata penuh kebijaksanaan.
Ketika Lavinia mengungkapkan rencananya, Giovanni memandangnya lama sebelum mengangguk pelan. "Aku bisa membantumu, tetapi kau harus benar-benar yakin. Ini akan menyakitkan, dan hasilnya tidak bisa diprediksi sempurna."
"Aku yakin," jawab Lavinia dengan tegas, meskipun ada ketakutan dalam matanya.
Giovanni memulai prosesnya beberapa hari kemudian, menggunakan metode kuno yang ia pelajari dari tabib-tabib sebelumnya. Proses itu berlangsung lama dan menyakitkan, dan Miriam hampir tidak tahan melihat Lavinia menderita seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess's Deception
RomanceSaat Lavinia terbangun, perasaan aneh menyelimuti dirinya. Tubuhnya terasa berbeda, dan lingkungan di sekitarnya terasa asing. Dia membuka matanya dan melihat ruangan dengan perabotan mewah, penuh dengan dekorasi antik. Kepala Lavinia terasa berat...