Kedatangan Cassandra Thornhill ke Ravenswood Manor bagaikan badai yang datang tanpa peringatan. Wanita itu muncul dengan gaun merah mencolok, parfum mewah yang menyeruak, dan senyum penuh percaya diri yang seolah mengatakan bahwa dirinya memiliki tempat istimewa di dalam hidup Alistair.
“Duchess Lavinia,” Cassandra menyapa dengan nada manis namun penuh sindiran saat bertemu di ruang tamu. “Ravenswood Manor selalu indah, tetapi kehadiranmu membuatnya... sedikit hambar, mungkin?”
Lavinia tidak menjawab. Ia hanya mengamati Cassandra dengan ekspresi tenang meski hatinya berkecamuk. Ia mencoba menahan dorongan untuk bertanya langsung kepada Alistair apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.
Namun, saat Cassandra melangkah lebih dekat ke arah Alistair, tangannya yang ramping menggantung manja di lengan pria itu, Lavinia merasakan perih yang tak terlukiskan.
Diam-diam, Lavinia memutar pikirannya. Jadi, perkataan Cassandra itu benar—Alistair pernah menjalin hubungan dengan wanita itu bahkan setelah mereka menikah. Hatinya campur aduk; rasa kecewa dan marah bergejolak, namun di sisi lain, ia sadar bahwa situasi ini adalah peluang.
Jika Cassandra kembali ke kehidupan Alistair, mungkin ini adalah celah baginya untuk memisahkan diri dari pria manipulatif dan egois itu.
Ia menelan perasaannya yang tak menentu dan pergi ke perpustakaan, mencoba menenangkan pikirannya.
Sore hari, di antara deretan buku tua dan aroma kayu, Lavinia merasa untuk pertama kalinya menemukan ruang untuk bernapas. Tangannya menyentuh perut buncitnya, berharap bayinya tidak merasakan kesedihan yang ia coba pendam.
Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Dalam perjalanan kembali ke kamarnya, langkah Lavinia terhenti di depan kamar tamu. Ia mendengar suara pintu berderit, dan secara refleks menoleh.
Cassandra keluar dari kamar dengan gaun merahnya yang hanya setengah rapi, pundaknya yang terbuka masih memperlihatkan kulit mulusnya. Di belakangnya, Alistair muncul, sibuk merapikan dasinya tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Lavinia mematung di tempatnya, tenggorokannya kering. Pemandangan itu seakan menusuk hatinya, meskipun ia tahu bahwa cinta Alistair untuknya hanyalah sebuah ilusi.
Sebelum Cassandra menyadari kehadirannya, Lavinia merasakan keram tajam di perutnya. Ia menahan erangan, tangannya otomatis memegang perutnya yang mulai membesar. Bayinya seolah ikut merasakan kesedihan ibunya, membuat Lavinia semakin terpuruk.
Ia segera berbalik, melangkah cepat menjauh sebelum air matanya jatuh. Di dalam hatinya, Lavinia berbisik kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak boleh lagi peduli.
Jika Alistair ingin kembali kepada Cassandra, biarkan saja. Pria itu tidak pernah benar-benar mencintainya sebagai seorang istri, dan Lavinia pun sudah muak dengan topeng manipulatifnya.
Dalam perjalanan kembali ke kamarnya, Lavinia merasa kekuatan kecil dalam dirinya mulai tumbuh. "Aku tidak akan menangis untuk mereka," pikirnya tegas. Namun, di balik ketegarannya, ia tahu bahwa ia harus mencari jalan keluar dari neraka bernama Ravenswood Manor.
Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bayi yang ada dalam kandungannya.
Malam itu, Lavinia duduk di tepi ranjangnya dengan tatapan kosong. Pikirannya penuh dengan gambaran Cassandra dan Alistair di kamar tamu.
Tangannya secara naluriah membelai perutnya yang telah membesar, mencoba mencari ketenangan dari kehadiran bayi yang tumbuh di dalam dirinya.
Namun, lamunannya terhenti ketika suara langkah berat terdengar di luar pintu kamarnya. Sebelum Lavinia sempat bangkit untuk mengunci pintu, pintu itu terbuka dengan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess's Deception
RomanceSaat Lavinia terbangun, perasaan aneh menyelimuti dirinya. Tubuhnya terasa berbeda, dan lingkungan di sekitarnya terasa asing. Dia membuka matanya dan melihat ruangan dengan perabotan mewah, penuh dengan dekorasi antik. Kepala Lavinia terasa berat...