12. A Life is My Own

311 24 0
                                    

Keesokan harinya, Lavinia berjalan dengan langkah tenang di lorong-lorong manor. Ia mendengar suara tamu-tamu yang sedang berbicara di ruang duduk. Salah satu suara yang dikenalnya adalah suara Duke Alistair, tegas dan penuh otoritas. Telinga Lavinia menangkap sepintas percakapan tentang keluarganya—keluarga Marquess Mervyn.

"Ya, mereka senang telah menyingkirkan Lavinia. Wanita itu terlalu... rapuh untuk urusan politik. Pernikahan ini menyelamatkan mereka dari kehancuran," ujar salah seorang tamu, seorang bangsawan yang tampak tua namun penuh wibawa. Alistair hanya mengangguk, tersenyum samar namun penuh kepuasan.

Hati Lavinia mencelos mendengar percakapan itu. Jadi, inilah alasan sesungguhnya di balik pernikahannya. Keluarga Marquess Mervyn telah menjadikannya alat untuk memperkuat posisi mereka, tanpa mempedulikan perasaan atau keinginannya.

Alistair, tentu saja, dengan cerdiknya mengambil keuntungan dari situasi itu. Ia tahu Lavinia tak memiliki jalan keluar—tidak dari pernikahan ini, tidak dari kekuasaan yang mencengkeramnya.

Lavinia menarik napas dalam-dalam, menenangkan pikirannya yang bergejolak. Ketika langkahnya melewati ruang duduk, Miriam mendekat dengan cepat, wajahnya menampakkan kekhawatiran yang mendalam.

"Anda tidak boleh terlalu dekat, Duchess," bisik Miriam pelan. "Mereka membicarakan hal-hal yang tidak akan Anda sukai."

Lavinia menatap Miriam, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan kehadiran sekutu di rumah ini. Meskipun Miriam adalah seorang pelayan, ia tahu sesuatu tentang perasaan terperangkap dalam hierarki yang tak berperasaan ini.

Lavinia mengangguk singkat, lalu berbalik menuju kamar yang lebih sunyi di sayap lain manor.

Namun, di sana, di kesendirian yang mendalam, Lavinia mulai merencanakan. Ia menyadari bahwa jika ia ingin bebas, ia harus memanfaatkan apa pun yang ada di sekitarnya—dan itu berarti memahami kelemahan Alistair.

...

Beberapa hari kemudian, sebuah jamuan makan besar diadakan di Ravenswood Manor. Lavinia duduk di samping Duke Alistair, memainkan perannya sebagai Duchess dengan sempurna, menyembunyikan segala kekacauan batin di balik senyuman anggun.

Di sekeliling meja, para tamu tertawa dan berbicara tentang urusan politik dan bisnis, membicarakan masa depan kekayaan keluarga Ravenswood yang kian bertambah.

Namun, Lavinia mengalihkan pandangannya sesekali pada Alistair, mencoba membaca setiap gerakan dan kata-kata yang ia lontarkan. Ia menyadari bahwa meskipun pria itu berkuasa, ada sesuatu yang tampak sedikit rapuh dalam sikapnya. Alistair terlalu banyak bicara tentang kekuasaan dan kendali—seolah-olah itulah satu-satunya hal yang ia takutkan untuk hilang.

Ketika malam semakin larut, Lavinia berdiri dari meja dan berpamitan dengan alasan ingin beristirahat. Alistair mengangguk pelan, tampak sibuk dengan percakapan lain. Miriam menunggu di luar, dan bersama-sama mereka berjalan menuju kamar Lavinia.

“Apakah Anda menemukan sesuatu, Duchess?” tanya Miriam dengan berbisik saat mereka berjalan di lorong.

Lavinia berhenti sejenak, menatap Miriam dengan serius. “Aku mulai memahami sesuatu, Miriam. Alistair mungkin tampak kuat, tapi ia hidup dalam ketakutan. Ketakutan kehilangan kendali atas semua yang ia miliki.”

Miriam menatap Lavinia dengan penasaran. “Bagaimana Anda akan menggunakannya?”

Lavinia tersenyum kecil, sebuah rencana mulai terbentuk di kepalanya. “Aku akan mencari cara untuk membuatnya kehilangan kendali. Itu satu-satunya cara untuk melepaskan diriku dari cengkeramannya.”

Malam itu, Lavinia memutuskan untuk memulai langkah kecil dalam rencananya. Ia menyadari bahwa ia harus perlahan-lahan merusak fondasi kekuasaan Alistair, dan itu berarti memisahkan dia dari sekutu-sekutu terdekatnya. Mungkin, dengan sedikit keberuntungan, Lavinia bisa membuat salah satu tamu penting itu kehilangan kepercayaan pada Alistair.

The Duchess's DeceptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang