01

129 14 2
                                    

BRUK!

Tas melayang ke dalam area sekolah, terlempar begitu saja, sementara pemiliknya bersiap menaiki pagar dinding di belakang sekolah.

"Ck, jangan sampai celana gue robek lagi. Bisa habis uang jajan gue," gumam sang pemilik tas, berhati-hati saat mencoba memanjat.

Belum sempat dia benar-benar mulai mendaki, tiba-tiba tubuhnya didorong dari belakang.

"Woi!" teriaknya, kaget dan sedikit kesal.

"Aduh, sorry, sorry! Gue buru-buru! Hari ini ada ujian, jadi gue harus cepat masuk!" jawab gadis yang mendorongnya, tanpa melihat siapa yang dia dorong.

Mendengar suara itu, Angkasa langsung mengenalinya. Dia dengan cepat menarik tangan si gadis.

"Hei, hei! Apa-"

"KAU/KAU!" teriak mereka berdua serentak, kaget melihat siapa yang mereka hadapi.

"Wow, Tuan Putri yang katanya rajin, pintar, dan patuh peraturan sekarang mau masuk sekolah dengan manjat dinding? Luar biasa," sindir Angkasa, matanya berbinar penuh ejekan.

"hei Tuan Dhananjaya yang terhormat, urusan gue mau manjat pagar, naik pohon, atau mendaki gunung bukan urusan lo. Minggir!" balas Tiany, atau biasa dipanggil Gati, sambil menyingkirkan tubuh Angkasa dari hadapannya.

"Hei, hei!" Angkasa menarik tas Tiany dengan cepat.

"Apalagi sih!" protes Tiany, kesal.

"Apalagi, apalagi... Gue rasa lo nggak buta, ya. Lo pasti ngeliat siapa yang duluan sampai sini. Jadi, lo yang minggir. Sana, hus hus!" balas Angkasa sambil mendorong tubuh Tiany dengan pelan.

"ASEPPP, SIALAN LO!" umpat Tiany dengan geram.

"Heh, Gati pendek, nama gue Angkasa! Ngapain juga lo manggil gue Asep!" seru Angkasa, memutar mata kesal.

"Bodo amat! Gw nggak peduli. Gue mau naik!" ujar Tiany, mencoba mendorong tubuh Angkasa agar bisa melewati pagar lebih dulu.

Begitulah mereka, Angkasa dan Tiany. Saling ejek dengan nama "Asep" dan "Gati" sudah jadi rutinitas sehari-hari. Mereka terus berdebat, saling dorong hingga akhirnya-

"AKHHHH! SIALAN LO, PENDEK!" Angkasa mengerang kesakitan setelah tangan kanannya digigit oleh Tiany.

"Hahaha! Mampus! Tiany dilawan! Bye-bye, Angkasa!" seru Tiany, tertawa puas sambil memanjat pagar dengan gesit. Dalam sekejap, dia sudah melompat masuk ke dalam sekolah dengan lompatan yang sempurna.

Namun tak lama setelah itu, Angkasa berhasil menyusulnya. Tiany yang melihat Angkasa sudah di dalam memilih mengabaikannya dan segera berjalan pergi. Tapi belum sempat melangkah jauh, tangannya ditahan oleh Angkasa.

"Apalagi sih! Lepas!" Tia memberontak, berusaha melepaskan diri.

"Lo udah bikin masalah sama gue dan sekarang lo pikir bisa pergi gitu aja? Nggak semudah itu, Gati pendek," ucap Angkasa dengan nada menggoda.

"Terus lo mau apa, hah? Mau mukul gue? Mau berantem? Ayo, gue ladenin!" tantang Tiany, berdiri tegap, siap jika Angkasa mau lebih jauh.

"Tawaran yang menarik, tapi sayangnya gue anti banget berantem, apalagi mukul cewek," jawab Angkasa santai, tetap tersenyum.

"Cih! Banyak gaya lo! Terus mau lo apa?" balas Tiany, semakin kesal.

Dengan santai, Angkasa mendekatkan pipinya ke arah Tiany. "Gue mau lo cium gue sekarang."

PLAK!

"Makan tuh ciuman!" seru Tiany setelah menampar pipi Angkasa dengan keras, lalu segera melangkah pergi. Namun ketika melewati Angkasa, cowok itu mendekat ke arah tiany.

Cup

Angkasa tahu betul apa yang akan terjadi setelah itu. Dengan cepat, dia berlari menjauh, menghitung mundur dalam hati, "Tiga... dua... satu..."

"ASEPPP, BANGSATTT! BEDEBAHH LU! SIALAN!!!" Teriakan Tiany menggema di area sekolah.

Sambil tertawa puas, Angkasa berlari lebih cepat, meninggalkan Tiany yang mengamuk.

~~~

Kurang ajar. Tiany sangat, sangat marah kali ini. Sambil berjalan cepat, ia terus mengumpati Angkasa dalam hati.

"Ish, Angkasa benar-benar keterlaluan! Kali ini dia sudah kelewat batas," gerutunya.

Dengan wajah memerah menahan kesal, Tiany memutuskan untuk tidak masuk kelas. "Persetan sama ujian," batinnya. Saat ini, yang lebih penting adalah mengisi perutnya yang kosong dan mencoba menenangkan diri.

Ia berbelok menuju kantin dengan langkah cepat, mengabaikan pandangan orang-orang di sekitarnya. Setibanya di kantin, ia langsung menghampiri ibu penjaga warung.

"Bu, saya pesan nasi goreng satu," ucap Tiany dengan nada tegas, seolah sedang berusaha melampiaskan kemarahannya melalui makanan.

"Siap, Neng," jawab si ibu dengan ramah, sama sekali tidak menyadari badai emosi yang sedang bergolak dalam diri Tiany.

Sambil menunggu pesanannya, Tiany mendesah berat. "Gw janji, gw akan bales lo, Angkasa. Lo ga akan lolos kali ini!" tekadnya menguat, amarahnya tak kunjung reda.

"Gw akan bikin lo malu, Asep jelek!" geram Tiany dalam hati, sambil mengepalkan tangan di bawah meja.

Bayangan wajah Angkasa yang menyeringai puas tadi terus terngiang di kepalanya, membuatnya semakin kesal. Kali ini, ia sudah punya tekad bulat. Angkasa, cowok yang selalu membuat hidupnya penuh dengan kehebohan, tidak akan lolos dari balas dendam yang satu ini.

Pesanannya datang, dan Tiany segera menyantap nasi gorengnya sambil menyusun rencana dalam kepala. "Lo pikir lo hebat, ya? Tunggu aja sampai gue kasih lo pelajaran."







--- SE - HATI ---

Se-Hati [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang