32

50 4 0
                                    

KRINGGG

Bel tanda istirahat berbunyi. Tiany dengan cepat membereskan barang-barangnya, matanya tertuju pada pintu kelas.

“Gw duluan ya,” katanya buru-buru kepada Tania.

“Lo mau ke mana, Tia?” tanya Tania heran.

“Gw ada urusan, nanti gw nyusul,” jawab Tiany sambil berlari keluar kelas.

Tania mengerutkan kening, bingung. “Mau ke mana dia?” tanyanya pada Karisa.

“Katanya ada urusan,” jawab Tania.

“Urusan apa?” sahut Cesi, yang ikut penasaran.

“Entahlah, mungkin soal lomba,” jawab Tania sambil mengangkat bahu.

Karisa dan Cesi mengangguk, menerima penjelasan itu.

***

Sementara itu, Tiany kini berdiri di depan kelas Angkasa. Napasnya sedikit tersengal, tapi tekadnya sudah bulat. Dia harus bicara dengan Angkasa, mencari tahu apa yang terjadi. Dia yakin tadi pagi mungkin mood Angkasa sedang buruk.

Matanya menangkap sosok yang ia cari. Angkasa dan dua temannya, Bagas dan Kevin, baru saja keluar dari kelas.

“Angkasa!” panggil Tiany.

Angkasa berjalan lurus, tak menggubris panggilannya.

“Angkasa, tunggu!” Tiany berlari mengejar.

“Sa, itu Lo dipanggil Tiany,” ujar Bagas sambil melirik Angkasa.

Namun, Angkasa tetap diam, seolah tak mendengar.

“Sa, tungguin Tiany,” Kevin ikut menegur, melihat Tiany semakin mendekat.

Akhirnya, Angkasa berhenti. Tiany berhenti tepat di hadapannya, napasnya sedikit terengah-engah.

“Sa, gw mau bicara,” ucap Tiany dengan nada penuh harap.

“Gw sibuk,” jawab Angkasa datar, tanpa emosi.

“Sa, plis, cuma sebentar aja.”

“Gabisa.”

Bagas dan Kevin saling pandang, lalu tanpa banyak bicara, mereka memilih meninggalkan Angkasa dan Tiany sendirian. Mungkin ada masalah yang harus diselesaikan.

Kini hanya ada Tiany dan Angkasa, berdiri di tengah keramaian sekolah, namun suasana di antara mereka terasa begitu dingin.

“Sa, Lo kenapa sih? Gw ada salah sama Lo?” tanya Tiany, suaranya pelan namun terdengar jelas kegelisahannya.

“Nggak ada,” jawab Angkasa singkat.

“Kalo nggak ada, kenapa sikap Lo dingin banget? Seakan kita nggak pernah akrab sebelumnya.”

“Memang begitu kan? Lo nggak pernah suka berurusan sama gw, kenapa sekarang sebaliknya?” Angkasa menatap Tiany dengan tatapan dingin.

“Sa, kita udah temenan lama. Kita—”

“Gw cabut aja ajakan pertemanan itu,” potong Angkasa tajam. “Kembali seperti biasa. Nggak ada interaksi, nggak ada sapaan, apalagi pertemanan.”

Tiany menatap Angkasa tak percaya. “Lo kenapa sih? Apa yang terjadi sama Lo?”

“Mau gw kenapa pun, itu bukan urusan Lo.” Nada suara Angkasa makin keras, seperti tak ingin bicara lebih jauh.

“Jadi Lo beneran nggak mau berteman lagi sama gw?” Tiany mencoba menahan tangis yang sudah mulai menyeruak di dadanya. “Oke, kalo itu maunya Lo,” lanjut Tiany dengan suara bergetar.

Se-Hati [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang