20

70 6 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama Angkasa dan Tiany latihan untuk lomba. Ruang musik terasa cukup tenang, meskipun beberapa anak band sudah siap dengan instrumen mereka, menunggu instruksi selanjutnya. Suara-suara alat musik yang sedang dihangatkan terdengar sayup-sayup, menciptakan suasana penuh semangat.

Bu Mai, guru pembimbing mereka, berdiri di depan ruangan sambil mengamati para siswa yang bersiap.

"Jadi, lagu apa yang kalian pilih?" tanya Bu Mai, suaranya penuh antusiasme.

Tiany menatap Angkasa sebentar sebelum menjawab, "Kami memutuskan memilih lagu '....' untuk lomba nanti, Bu. Menurut Ibu, bagaimana?"

Bu Mai tersenyum, menatap Tiany dan Angkasa dengan penuh apresiasi. "Pilihan yang bagus. Lagu ini sangat cocok dengan suara kalian berdua."

Mendengar pujian itu, Tiany dan Angkasa saling melempar senyum lega. Keyakinan mereka pada lagu pilihan semakin kuat.

"Lalu, bagaimana dengan kalian?" Bu Mai kemudian menoleh ke arah anak band yang akan mengiringi mereka. "Kalian sudah tahu lagu itu?"

Salah satu anak band, seorang gitaris, langsung memainkan beberapa nada dari lagu tersebut, membentuk intro yang sangat familiar. "Ini yang ini kan, Bu?" tanyanya sambil terus memainkan gitarnya.

Bu Mai mengangguk, senyumnya semakin lebar. "Benar, itu."

Gitaris itu tertawa kecil, mengangguk ke teman-temannya. "Ah iya, kami tahu, Bu. Nggak masalah."

"Syukurlah kalau begitu," kata Bu Mai dengan puas. "Kalau kalian sudah siap, silakan mulai latihannya sekarang."

Semua orang di ruangan mulai bersiap. Tiany mengambil tempat di depan mikrofon, sementara Angkasa berdiri di sampingnya. Di belakang mereka, anak-anak band menyesuaikan instrumen masing-masing, siap menciptakan harmoni.

Suara musik mulai memenuhi ruangan. Mereka memulai latihan dengan penuh semangat, suara Tiany dan Angkasa berpadu dengan lembut di atas alunan musik yang dimainkan oleh band. Setiap nada, setiap irama terasa seolah menyatu, membentuk harmonisasi yang sempurna.

Latihan berlangsung lancar hingga selesai, menyisakan senyuman puas di wajah setiap orang di ruangan itu. Mereka sudah tak sabar menantikan hasil akhir dari kerja keras mereka.

~~~

Tiga jam telah berlalu. Jam menunjukkan pukul lima sore, menandakan latihan mereka telah selesai. Kini, semua orang bersiap-siap untuk pulang. Suasana di ruang musik mulai lengang, dengan anak-anak band mengemasi peralatan mereka.

"Sa, Ti, gue duluan ya," pamit salah satu anak band sambil mengangkat tas gitarnya.

"Yok, hati-hati di jalan," jawab Angkasa, mengangguk santai.

Tiany yang masih sibuk membereskan barang-barangnya hanya tersenyum kecil.

"Akhirnya selesai juga," ucap Angkasa sambil meregangkan tubuhnya, kedua tangannya terangkat tinggi ke atas.

Tiany melirik sekilas, lalu mengerutkan hidungnya berpura-pura jijik. "Jangan terlalu tinggi-tinggi, Ogeb. Bau."

Itu jelas bohong. Sebenarnya, Tiany tahu betul Angkasa selalu wangi, tapi gengsinya terlalu tinggi untuk mengakui itu.

Angkasa menurunkan tangannya sambil terkekeh. "Mana ada gue bau, wangi gini dibilang bau."

Tiany mencibir, pura-pura tak terkesan. "Suka nggak sadar diri, emang."

"Oh, gue bau ya?" Angkasa mulai mendekatkan tubuhnya ke Tiany, menatapnya dengan senyum jahil.

Tiany langsung siaga. "Mau ngapain lo? Jangan macem-macem, Angkasa."

Se-Hati [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang