12

74 8 0
                                    

Mahesa sedang menunggu Tiany di parkiran sekolah, seperti yang sudah direncanakannya tadi saat istirahat. Namun, sudah beberapa menit berlalu, Tiany tak kunjung datang.

"Woi, Sa!" sapa Nando yang datang bersama Tania.

"Oy," balas Mahesa, sambil mengangkat tangan.

"Lagi nunggu siapa? Angkasa?" goda Nando.

"Oh, bukan. Gue lagi nunggu Tiany. Eh, lo temennya Tiany kan, Tan? Tiany belum keluar ya?"

Tania melirik ke arah pintu sekolah, "Emm... itu dia, Tiany."

Tiany muncul dengan langkah cepat dan wajah sedikit terburu-buru. "Sorry, Bang. Tadi masih piket dulu."

Mahesa tersenyum hangat. "It's okay, gapapa. Yaudah, yuk kita berangkat."

"Yuk!" Tiany mengangguk. "Guys, duluan ya."

"Jalan duluan, bro," sahut Mahesa sambil mengangguk kepada Nando.

"Yok, hati-hati ya," Nando dan Tania berpamitan.

Mahesa membuka pintu mobil untuk Tiany. "Terima kasih, Bang," ucap Tiany sambil masuk ke dalam mobil.

"Sama-sama," jawab Mahesa dengan senyum kecil.

Sementara itu, Nando dan Tania masih berdiri, memperhatikan Mahesa yang begitu perhatian pada Tiany.

"Eh, cocok ya mereka," ucap Nando tiba-tiba.

Tania menggeleng, "Nggak, lebih cocok Angkasa."

"Hah? Yang?" Nando menatap pacarnya dengan bingung.

"Kenapa? Aku jawab jujur kok," Tania tersenyum kecil. "Tiany lebih bisa jadi dirinya sendiri sama Angkasa. Mahesa memang baik, tapi dengan dia, Tiany kayak... terpaksa menjaga sikap."

Nando terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Tania. "Yah, siapapun yang Tiany pilih, entah Angkasa atau Mahesa, yang penting dia bahagia, kan?"

Tania tersenyum mendengar respons Nando. "Bener juga sih. Udah, yuk kita pulang."

"Yuk," balas Nando sambil merangkul Tania.

Namun, kejadian itu tak luput dari pandangan Angkasa, yang kebetulan masih berada di sekolah dan belum pulang. Ia menghela napas panjang, melihat Tiany pergi bersama Mahesa, lalu tanpa banyak bicara, dia memutuskan untuk beranjak pergi.

~~~

Angkasa duduk di balkon kamarnya, senja mulai beranjak menguasai langit sore yang indah. Dengan gitar kesayangannya di pangkuan, ia mulai memetik senar, menciptakan melodi tenang yang menemani kesunyian di sekitarnya. Setiap nada yang keluar dari petikan jarinya membawa perasaan yang ia coba tutupi, campuran dari kegelisahan dan ketidakpastian.

Namun, tiba-tiba suara bising mesin mobil memecah keheningan itu.

"Brum Brum Brum."

Angkasa melirik ke arah halaman, matanya langsung tertuju pada dua sosok yang baru saja keluar dari mobil. Mahesa dan Tiany-dua orang yang sudah cukup lama mengganggu pikirannya. Angkasa melihat Mahesa dengan tenang membuka pintu untuk Tiany, gerakan yang sederhana namun terasa seperti tamparan keras bagi Angkasa. Seperti sepasang kekasih, mereka berbincang sambil tersenyum, membuat hati Angkasa semakin berat.

Angkasa menghela napas panjang, menahan perasaan yang tiba-tiba menyeruak. "Lagi-lagi... kenapa perasaan ini nggak pernah hilang?" batinnya sambil meremas senar gitarnya sedikit lebih keras.

Se-Hati [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang