02

103 9 2
                                    

Tiany menatap layar ponselnya dengan kesal. Grup chat sahabat-sahabatnya penuh dengan pesan panik. Karisa, Tania, dan Cesi sudah berulang kali menanyakan keberadaannya.

Karisa: "Tiany bego, lu di mana, anj? Udah jam berapa ini!"

Tania: "TIA, LU KE MANAAN, TIAAA?"

Cesi: "TIA, KALO LU GA MASUK HARI INI, BISA HABIS LU SAMA BU YOSEFA!"

Tania: "Tiaaa, woiii!"

Karisa: "Anj, emang si Tia..."

Tiany menghela napas panjang. Mereka benar-benar khawatir.

Tiany: "Bangsat."

Tania: "TIA, LU KE MANA AJA, ANJ?"

Cesi: "HEH, TIA, OGEB LU KE MANA DARI TADI?"

Karisa: "TIA, JANGAN NGILANG!"

Dengan santai, Tiany mengetik balasan.

Tiany: "Gue lagi di kantin."

Karisa: "Setan! Temennya pada khawatir, malah enak-enakan makan. Tai!"

Cesi: "Tia, mumpung masih jam 8, cepet masuk kelas! Bu Yosefa masih ada acara, nih!"

Tania: "Bener, Tia! Cepetan, lu mau cari masalah?"

Tiany: "Sabar, anj, gue lagi makan ini."

Tania: "Lagian, lu ke mana aja sih?"

Tiany: "Ceritanya panjang. Ntar gue ceritain."

Tiany: "Gue habisin makanan gue dulu."

Karisa: "Masih aja mikirin makan, lu. Cepet balik, Tia!"

Tiany: "Iye, iye, sabar. Otw ini."

Setelah menerima pesan dari temannya, Tiany buru-buru menyelesaikan nasi gorengnya. Meski amarah terhadap Angkasa masih menggelayuti pikirannya. Dengan cepat, ia bangkit dari kursi kantin dan bergegas menuju kelas.

Sesampainya di kelas, Tiany melempar tasnya sembarangan ke meja.

"Anj*ng!" Tania yang duduk di depan kaget mendengar suara gaduh itu. "Sialan lo!" umpatnya.

Tiany tertawa kecil. "Hahahaha, sorry."

Tania mengerutkan kening. "Lo ke mana aja sih? Baru dateng jam segini."

"Jadi... males cerita, nanti aja," Tiany menjawab sambil menguap. "Gw ngantuk, sekarang mau tidur dulu."

"Bang**t," Tania menggerutu, tak percaya.

Melihat Tiany terkulai lemas, Karisa yang duduk di dekat mereka bertanya ke Tania, "Tan, dia kenapa?"

Tania hanya mengangkat bahu sambil berbisik, "Entahlah, mungkin abis ribut sama Angkasa lagi."

Karisa mengangguk pelan, lalu keduanya hanya bisa saling bertukar pandang dan membiarkan Tiany beristirahat.

------------------------------------------------------------

Ketika waktu istirahat tiba, Tiany akhirnya berkumpul dengan ketiga sahabatnya di kantin. Mereka langsung menyerbunya dengan pertanyaan yang sudah menumpuk sejak tadi pagi.

"Ayo, sekarang cerita. Ke mana lu tadi pagi?" Cesi membuka percakapan dengan nada penasaran.

Tiany mendesah, malas mengingat kejadian pagi tadi. "Ck, sebenernya gue males banget ngomongin ini."

"Lu udah janji, ya! Jadi cepet cerita!" sahut Karisa, tidak sabar.

Dengan enggan, Tiany akhirnya mulai bercerita. Ia menjelaskan bagaimana ia terlambat dan harus memanjat pagar sekolah. Namun, ada satu hal yang ia sengaja sembunyikan: aksi jahil Angkasa.

Mendengar cerita Tiany, Tania langsung mengeluh, "Astaga, Angkasa lagi!"

"Ya ampun, gue benci banget sama dia!" seru Tiany penuh emosi.

Karisa yang penasaran bertanya, "Tia, gue heran deh. Lu sama Angkasa tuh ada masalah apa sih? Bukannya kalian temenan dari kecil?"

Tiany cepat-cepat membantah. "Ralat. Gue sama dia nggak pernah berteman, oke?"

Cesi tertawa kecil, lalu menggoda, "Hati-hati, Tia. Kata orang, kalau lu terlalu benci sama seseorang, nanti bisa-bisa lu malah jatuh cinta sama dia."

Tiany langsung merespons dengan cepat, "Idih, najis! Amit-amit gue cinta sama dia. Yang ada gue eneg liat muka dia tiap hari! Serius, gue udah sampai tahap pengen muntah."

Tawa pun pecah di antara mereka. "Hahahaha!"

Tania menggelengkan kepala sambil berkata, "Gue tuh heran sama kalian berdua. Kalian tuh sebenernya banyak banget kesamaannya. Sama-sama suka musik, sama-sama suka olahraga-meskipun satu suka sepak bola, yang satu lagi basket."

"Nah, bener! Kalian tuh mirip banget. Kalo orang lain sih, udah jadi sahabat sefrekuensi," tambah Cesi dengan wajah serius, tapi tetap diselingi senyum jahil.

Karisa pun ikut menyahut, "Setuju! Tapi bukannya jadi sahabat, kalian malah kayak kucing sama tikus."

Tania tak mau ketinggalan untuk menggoda lagi. "Jangan-jangan ini yang dinamakan se-HATI?"

"Uhuy! Se-HATI dong!" sambung Cesi sambil menatap Tiany dengan tatapan jahil.

Tiany menatap mereka bertiga dengan tajam. "Kalian apaan sih? Bisa nggak berhenti? Panas kuping gue dengernya. Mending lu makan tuh makanan sebelum gue buang semuanya!"

Karisa, sambil menahan tawa, berkata, "Iya, iya. Cepet makan sebelum kita-kita yang ditelen sama Tuan Putri Tiany!"

"Sialan lo!" sahut Tiany, tapi kini dengan senyum kecil di wajahnya.

Suara tawa mereka pun memenuhi kantin, menghangatkan suasana yang sebelumnya penuh ketegangan. Tiany tidak bisa menahan senyum, meski kesalnya pada Angkasa masih tersisa.

Sebenarnya, Tiany pun sering bertanya-tanya dalam hati-kenapa dia dan Angkasa tak pernah bisa akur? Dari kecil, mereka selalu saja bertengkar, seakan pertikaian menjadi bagian dari kehidupan mereka. Kadang Angkasa yang memulai, kadang juga Tiany. Tapi siapa yang tahu pasti? Tiany bahkan lupa kapan terakhir kali mereka benar-benar akur, atau... apakah mereka belum pernah akur sama sekali?

"Kenapa sih gue nggak pernah bisa rukun sama dia?" batin Tiany, sambil memejamkan mata dan mencoba mengingat kejadian-kejadian yang tak terhitung jumlahnya. Mungkin ini cuma kebiasaan lama yang sulit dihilangkan. Atau mungkin, ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar adu mulut. Tapi, Tiany terlalu malas untuk menggalinya lebih jauh.

"Ntahlah," desahnya pelan, menutup mata, berharap semua rasa kesal itu hilang bersama kantuk yang mulai menyerang.








--- SE - HATI ---

Se-Hati [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang