50. A Home

746 122 71
                                    

Langkah kaki Evie terhenti begitu ia mencapai anak tangga dan melihat Sev berdiri di dapur dengan ponsel di tangan.

Mengenakan setelan serba hitam dan rambut hitam tersisir rapi ke belakang, pria itu sedang berbicara serius ke dalam telepon sementara Evie mencoba untuk tidak menggelepar ke lantai karena gemetaran.

Lutut dan jantung Evie terasa meleleh menjadi genangan. Keberanian yang semalam dimilikinya mendadak menguap dan ia tiba-tiba ingin membalik dan berlari kembali ke atas daripada harus berhadapan dengan pria itu.

Belum sempat Evie menguasai pikirannya, mata hijau itu mendadak menoleh ke arahnya dan sebuah senyuman melintas di wajah sempurna itu.

Evie melihat pria itu mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku sebelum meraih topengnya dari atas meja dan mengenakannya.

Fuck. Me. Evie mengumpat dalam hati.

Jika sebelumnya pria itu terlihat mempesona, kini dengan wajah tertutup topeng dan cengiran di wajah, pria itu terlihat layaknya Dewa Kematian itu sendiri. Mengerikan dan luar biasa mempesona.

Evie bisa merasakan darah berdesir naik ke wajahnya, sementara genangan hangat mulai membasahi celahnya yang sudah perih. Shit. Kalau sampai mereka melakukannya lagi sekarang, ia tahu pasti tubuhnya takkan sanggup. Bisa-bisa, ia harus merangkak untuk datang ke pesta Serena karena tidak bisa berjalan dengan benar. Atau mungkin ia bisa ganti kostum dan mengatakan bahwa ia datang sebagai zombie?

Sepatu Sev yang hitam mengkilap berdetak menyamai suara jantung Evie ketika pria itu berjalan melewati ruang tengah menuju ke arahnya. Aura kegelapan yang terpancar dari pria itu terlihat pekat, membuat napas Evie mendadak terasa sesak dan ia kesulitan bernapas.

Julukan Pangeran Kegelapan yang diberikan orang sepertinya cocok. Pria itu adalah iblis yang melangkah keluar dari neraka untuk membawa teror di dunia ini dan mengutuknya menjadi genangan air.

"Hei, baby," pria itu menyapa begitu berdiri di depannya. Tangan pria itu terjulur dan ketika pria itu menyelipkan tangkai mawar ke belakang telinga, Evie merasa hendak meledak karena kepanasan.

"You look like a Goddess."

"T-thanks," Evie membalas dengan suara serak sambil menahan napas ketika pria itu menjilat bibirnya sendiri dan menurunkan pandangannya ke bawah.

Mata hijau itu berkilauan membawa sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Sev. Keonaran dan dosa.

"Dan aku menyukai kalungmu. Cocok sekali dengan tema warna yang kau kenakan malam ini."

Evie mendelik mendengar komentar pria itu.

"Berhenti menggodaku, Sev," Evie membalas dengan napas tersendat.

Sev bahkan sepertinya tidak sadar dengan peringatan yang keluar dari mulutnya. Fokus pria itu sepenuhnya terkunci pada dadanya, menatapnya dengan intensitas liar—seperti bayi kelaparan yang membutuhkan nutrisi dari ibunya.

Mungkin tidak seharusnya ia mengenakan gaun itu. Dengan belahan rendah dan korset, dadanya yang besar terlihat hendak meluap keluar. Ia pasti terlihat memalukan. Evie bisa merasakan keringat dingin merambat di belakang punggung dan ketiaknya yang terbuka.

Semoga saja ketiaknya tidak bau masam. Ia sudah pakai deodoran, tapi tetap saja, ucapan si blonde bitch tentang bau badannya terus menghantui. Membuatnya minder, dan semakin ia minder, semakin deras keringatnya keluar. Siklus lingkaran setan yang tak ada habisnya.

"Aku tidak punya make up yang bisa menutupi bekas cupangan ini," Evie menambahkan dengan suara putus asa saat pria itu terus menatapnya tanpa berkedip.

Savage [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang