14. Sleep Tight, Princess

906 130 66
                                    

Evie menekankan telinganya ke pintu kamar dan menunggu. Ia perlu berangkat kerja, tapi perutnya yang keroncongan mengingatkan Evie bahwa ia belum makan sejak pagi. Ia ingin membuat roti selai kacang sebelum berangkat, tapi Henry yang berkeliaran di luar membuatnya tidak tenang.

Evie tidak ingin berpapasan dengan pria itu. Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan dilakukan Henry jika melihatnya. Lebih baik menghindar jika bisa. Seperti yang pernah dikatakannya, cacing tidak akan terinjak jika tidak terlihat. Itulah mengapa ia menghabiskan seharian ini bersembunyi di kamar.

Setelah beberapa saat dan tidak mendengar apa-apa, Evie mengalungkan tasnya ke pundak dan berjingkat keluar.

Napas Evie terhenti ketika menemukan Henry yang dikiranya sedang tidur, rupanya duduk di sofa dengan satu tangan memegang bir dan tangan lain memegang remot.

Mengabaikan pria itu, Evie berjalan ke dapur dan dengan cepat mulai membuatkan dirinya sendiri roti selai kacang.

"Buatkan aku satu, girl," Henry berteriak dari ruang tengah sambil memindah-mindah saluran televisi.

"Okay," Evie membalas dan meraih piring kedua.

Meski ingin segera pergi, Evie tahu menolak perintah bukanlah pilihan. Jadi dengan cepat ia mengoleskan selai kacangnya ke dua lapis roti dan meletakkannya ke piring. Begitu selesai, diserahkannya piring berisi roti selai itu kepada Henry.

Pria itu meletakkan kaleng birnya ke meja dan meraih piring berisi roti dari tangan Evie. Mata pria itu melirik sekilas ke tubuh Evie sebelum kemudian berkata, "Kau tidak perlu bekerja hari ini."

Evie menaikkan alisnya. "Apa? Mengapa?"

"Aku sudah membuat perjanjian dengan seseorang untuk menjemputmu malam ini."

"A-apa?" Evie bisa merasakan cengkeraman di perutnya bertambah. "Apa maksudmu membuat perjanjian? Siapa yang akan menjemputku malam ini? Kemana orang ini membawaku?"

"Sudah, jangan banyak tanya, Evie," Henry menggeram. Pria itu meletakkan roti selainya agar ia bisa menunjuk. "Yang perlu kau lakukan sekarang adalah kembali ke kamar dan diam di sana. Oh... dan ganti bajumu. Tidak ada pria yang bisa ereksi melihatmu mengenakan seragam tukang cuci piring kotor. Ganti dengan sesuatu yang lebih seksi. Mungkin lingerie yang waktu itu pernah aku belikan untukmu. Kau tahu, yang berwarna putih dan berenda."

Henry tertawa sambil mengusap dagunya.

"Kau terlihat seksi dengan gaun itu, baby," pria itu melanjutkan dengan cengiran di wajah. "Ia mungkin akan memberiku bonus jika tahu betapa cantiknya dirimu."

Butuh beberapa detik sebelum Evie sanggup membalas, tapi ketika ia membalas, Evie bisa mendengar suaranya yang gemetaran. Bukan karena takut, melainkan karena kemarahan yang luar biasa.

"What the fuck? Apakah kau hendak menjualku? Apakah kau pikir aku ini hewan ternak, Henry? Demi Tuhan! Kau pastilah binatang paling menjijikkan yang ada di dunia ini. Tidak. Tidak.... Kau lebih parah dari binatang. Kecoa saja tidak menjijikkan seperti dirimu. Jika kau mengira kau bisa seenaknya– "

Dalam sedetik, Henry berdiri. Piring yang ada di pangkuan pria itu terjatuh dan pecah berceceran di lantai. Belum sempat Evie sanggup menyelesaikan kalimatnya, pria itu melayangkan tamparan dan meraih rambut Evie dalam cengkeraman.

"Tidak bisakah kau diam?" Henry menggeram di depan wajah Evie. "Jangan besar kepala, Evie. Kau bukan hewan ternak. Kau adalah pelacur. Dan pelacur tidak punya pilihan. Pelacur melakukan yang diperintahkan kepada mereka dan mereka menutup mulut."

Mata Henry mengeras sebelum pria itu melanjutkan, 'Kecuali ketika seseorang menyodorkan penis ke mulut mereka. Apakah kau ingin penis di mulutmu, Evie?"

Savage [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang