Sev tidak bisa merasakan apa-apa kecuali kemarahan dalam dada.
Ia merasa ingin mulai membunuh sembarangan orang hanya untuk melepaskan ketegangan. Ada banyak kepala yang bisa ditembak di sekitar apartemen kumuh itu. Preman dan berandalan yang tidak akan dicari oleh polisi jika mereka menghilang secara tiba-tiba. Salah satu alasan mengapa laporan Evie dianggap sebagai angin lalu selama ini. Gadis itu tinggal di lingkungan yang buruk.
Zade mengatakan bahwa menculik seorang wanita tidak berdosa dengan alasan yang tepat bisa dimaklumi. Mungkin, sudah waktunya ia mendengar saran kakaknya. Evie bisa membencinya setelah ini, tapi setidaknya wanita itu akan membencinya di dalam apartemen yang lebih layak dan dalam keadaan aman.
Sev melepas kancing jaketnya dan membiarkan gagang pistolnya terlihat sebelum melangkah melewati segerombolan anak muda yang duduk di sekitar tangga.
"Hei, man," Sev menyapa sambil mengangguk.
Orang-orang itu mengamati pistolnya dengan lirikan penuh rasa penasaran.
"Sup, man," salah satunya menyapa balik.
Sev berjalan melewati gerombolan anak muda itu tanpa gangguan dan melanjutkan langkahnya naik.
Begitu tiba di depan apartemen Evie, Sev merogoh ke dalam saku dan mengeluarkan penjepit kertas yang kemudian diluruskannya. Ia bisa saja menembak pintu apartemen dengan pistolnya, tapi mengingat ia tidak ingin menarik perhatian, penjepit kertas akan lebih tepat.
Sev memasukkan ujung penjepit kertas ke lubang kunci dan mulai mencongkel. Ia belajar cara membobol kunci ketika ia masih duduk di bangku SD. Menggunakan tutorial dari internet dan jepit rambut milik temannya, ia berhasil membuka locker guru sejarahnya yang menyebalkan dan memasukkan petasan ke dalamnya. Ia ketahuan tentu saja. Ibunya harus datang ke sekolah dan ia diskors dari sekolah selama seminggu, tapi setidaknya guru sejarah itu tidak lagi berani memarahinya ketika ia datang terlambat.
Begitu kunci terbuka, Sev meraih pistolnya dan menyelipkan dirinya masuk. Tanpa suara, Sev menutup pintu sebelum mengedarkan pandangannya ke sekeliling apartemen.
Pecahan piring dan ceceran makanan terlihat di ruang tengah. Berserakan di antara kaleng bir dan remot TV.
Diakui Sev, ia sedikit kecewa menemukan ruang tamu Evie kosong. Ia sudah tidak sabar untuk segera melilitkan tangannya ke leher Henry, tapi mengingat ia datang untuk Evie, keparat itu bisa menunggu.
Sev mengalihkan pandangannya ke dapur. Sepiring roti selai tergeletak di dekat kompor, belum tersentuh.
Baru saja Sev hendak melanjutkan langkahnya, ponsel yang ada di sakunya bergetar. Tanpa mengalihkan pandangannya dari lorong yang ada di depannya, Sev meraih ponselnya dan mendekatkannya ke telinga.
"Ya?" ia menjawab dengan suara rendah.
"Henry sepertinya terlibat dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini, Sev," suara Franco terdengar jelas di telinga.
"Apa maksudmu?"
"Uang yang masuk ke rekening pria itu ditransfer melalui bank di Luxemburg atas nama Hernandez Muer. Orang yang sama dengan yang mendanai pelelangan para wanita itu. Henry sudah menerima aliran dana ini beberapa kali malah. Terhitung sejak 2012. Dengan catatan bertuliskan nama-nama permata pada setiap transaksi. Ruby, Jade, Emerald, dan sebagainya. Berita buruknya, beberapa jam yang lalu, ia baru saja menerima transferan dalam jumlah besar dari Hernandez dengan catatan Black Opal. Tebakanku, Henry baru saja melakukan penjualan."
Shit. Ini bukanlah berita yang ingin didengarnya ketika ia belum menemukan Evie. Apakah Black Opal sebutan yang mereka gunakan untuk Evie?
Sev mendadak merasa ingin menggorok leher seseorang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savage [TAMAT]
RomanceBuku ke 3 dari serian Black|| Mafia Story|| Dewasa, sadis, 18+|| Savage 'Sev' Black. Termuda dari ketiga Black bersaudara, semua mengatakan bahwa Sev adalah yang paling tidak terkontrol dari ketiganya. Paling impulsif, paling sulit ditebak, dan be...