54. A Rose Among Thorns

665 115 84
                                    

Note:

Halooo... semua sudah siap untuk babak terakhir dari cerita ini?

Siapa yang udah gak sabar?

Yuk absen dulu sebelum mulai ===>

Ready...set...go...

***

***

Evie membuka matanya perlahan. Pandangannya disambut oleh plafon remang-remang sebuah ruangan yang tidak dikenalnya.

Di atasnya, sebuah kipas angin berputar pelan. Desingannya yang monoton dan semburan dari anginnya yang dingin membuat bulu kuduk Evie berdiri.

Butuh beberapa detik bagi Evie untuk kembali mengingat kejadian terakhir yang menimpanya. Namun, ketika ingatan itu perlahan kembali, ia bisa merasakan dirinya mulai panik.

Serena... rumah hantu... lalu Connor dan Archie.

Jantung Evie berdebar dengan cepat ketika ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Disadarinya ia terbaring di atas sebuah ranjang, tapi rasa sakit yang menjalar di tubuhnya ditambah efek obat bius yang masih tersisa, membuatnya lemas dan tidak bisa melakukan banyak hal. Bahkan untuk membuka mata pun rasanya masih berat.

Memaksakan dirinya untuk bangkit, Evie mencengkeram sprei dan menggunakannya untuk menarik tubuhnya duduk.

Sambil terengah-engah, Evie mengedarkan pandanganannya ke segala arah. Ia sepertinya berada di sebuah ruangan yang menyerupai basement. Cahaya neon yang menyala dari kamar mandi yang ada di sudut membantunya melihat apa saja yang ada di dalam ruangan itu.

Lantai kayu, dinding dengan batu bata merah. Di sudut ruangan tergeletak sebuah sofa kulit dengan karpet di bawahnya. Ada TV tabung di depannya yang terlihat berdebu dan sudah ketinggalan jaman.

Tanpa jendela, udara dalam ruangan itu terasa berat. Aromanya yang lembab dan pengab membuat Evie teringat akan kamar Henry dan hal itu membuat perutnya terasa mual.

Hembusan angin dingin menerobos masuk saat seseorang tiba-tiba membuka satu-satunya pintu yang ada di ruangan itu dan melangkah masuk.

Pria itu menyalakan lampu dan membuat Evie tersentak oleh cahaya neon yang tiba-tiba memenuhi ruangan.

"Ah," Evie mengerang sambil mengangkat tangan kanannya untuk menutupi matanya yang terasa perih. Ia menyipitkan mata, berusaha fokus, dan memperhatikan pria itu berjalan mendekat, lalu berhenti tepat di depan ranjang tempat ia duduk.

"Halo, dear," pria itu menyapa sambil tersenyum tipis, seolah mereka baru saja bertemu di sebuah acara pesta dan bukannya di salah satu lokasi syuting film Saw.

Evie menurunkan tangannya, matanya mencoba menyesuaikan dengan cahaya. Pria itu terlihat berumur 50 an, tinggi dengan rambut pirang yang rapi, dan mengenakan setelan yang tampak mahal.

"Siapa kau?" Evie bertanya dengan suara serak.

"Namaku Herman, dear," pria itu menjawab sambil melipat tangannya ke belakang. "Bagaimana keadaanmu?"

Belum sempat Evie membalas, dua orang berjalan masuk ke dalam ruangan sebelum pintu tertutup dengan bunyi berat yang bergema.

Jantung Evie berdetak lebih cepat saat ia mengenali keduanya. Those fucking bastards. Connor dan Archie.

"Kalian!" Evie menggeram dengan rahang mengerat.

Connor tertawa dan berjalan mendekat sementara Archie berdiri di tempatnya dengan wajah kaku. Anting hidung yang terpasang wajah Connor berkilauan ketika ia berjalan melewati lampu neon dan betapa Evie ingin menarik benda itu hingga lepas untuk melihat pria itu menjerit.

Savage [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang