58. tumpah darah

1.8K 90 12
                                    

"Mari sudahi permainan ini Nick," ucap Damian menodongkan pistol kearah kepala.

Nick hanya menyunggingkan senyum tanpa ada rasa takut sedikitpun. Namun, hal lain dirasakan oleh Loanna. Tangannya berpegang erat pada lengan, wajahnya juga terlihat ketakutan.

"Dalam hitungan ketiga, peluru ini akan mengeluarkan seluruh isi kepala mu."

"Lakukan saja kalau kau bisa!" ucap Nick dengan tenang.

Hanya membutuhkan satu detik gerakan jari, maka semua isi kepala Nick bisa keluar. Dan kemungkinan besar, nyawanya melayang.

"Turunkan senjata anda tuan Damian," ucap Vincent.

Pria itu juga sama menodongkan pistol tepat dikepala.

"Wow, kau sangat patuh pada iblis seperti dia, Vincent!"

"Nick, lakukan sesuatu." lirih Loanna dengan suara bergetar.

Nick masih terdiam, mencari celah agar Damian lengah.

"Apa keinginanmu, Damian?"

"Membunuhmu! Sama seperti kau membunuh Davinore."

"Ck! Kau pikir aku yang membunuhnya?"

"Tidak perlu mengelak Nick, semua orang tahu liciknya otakmu!"

"Dia menyebabkan kekacauan. Lantas, apa aku harus membiarkan dia hidup?"

Damian terdiam, melirik sekilas pada kantong jenazah yang ada didepannya.

"Apa benar yang dikatakan iblis ini?" batin Damian.

Namun, rekam jejak Nick dalam dunia bisnis tidak pernah bohong. Siapa pun yang menurutnya merugikan bisnisnya tentu akan dihabisi detik itu juga.

"Kenapa kau diam! Pilih bagian mana yang ingin kau keluarkan lebih dulu." Nick menantang dengan menunjuk satu persatu bagai tubuh. Mulai dari mata, otak, telinga hingga dada.

"Nick, jangan main-main!" lirih Loanna lagi.

"Turunkan senjata kalian semua!" suara seorang pria yang sangat asing ditelinga Nick.

Segerombolan pria berbadan tinggi dan besar mengepung mereka semua. Salah satu diantara pria itu adalah Henry Morris, Ayah dari Loanna.

Tentu saja hal itu membuat Loanna mendelik tidak percaya. Bagaimana mungkin Ayahnya bisa mengikuti Nick sampai ke hutan belantara. Seingat Loanna, tempat persembunyian Damian sangat sulit ditemukan karena berada di pulau terpencil nan jauh dari peradaban manusia.

"Dadd," batin Loanna.

"Tempat ini sudah terpasang bom. Jika kalian tidak menurunkan senjata maka, saya akan meledakannya."

Kedua alis Nick berkerut samar, masih memperhatikan Henry dan teman-temannya yang ada didepan pintu. Mereka semua membawa persenjataan lengkap dan Henry memegang remote control peledak bom.

"Team Levinore?" batin Nick membaca nama agen rahasia yang ada didada sebelah kiri.

Nick juga berhasil membaca nama Henry Morris dalam papan kecil dibagian bawah nama team.

"Sial! Dari mana mereka bisa mendeteksi keberadaanku!" batin Nick lagi.

"Hitungan ketiga saya akan meledakannya." ucap Henry dengan lantang.

Nick memberi kode pada Vincent untuk menurunkan senjatanya. Pria itu pun menurut. Perlahan, tangannya meletakkan pistol dibawah. Begitu pun dengan Damian, dia juga melakukan hal yang sama seperti Vincent.

"Kalian, bawa mereka semua." Henry memerintah pada anak buahnya.

"Tunggu!" ucap Nick.

"Kalian tidak memiliki surat penangkapan. Bukankah ini tindak ilegal?" ucap Nick mengulur waktu agar dia bisa berfikir.

El Salvador (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang