3. I'm Sorry

9.4K 107 0
                                    

Pov Justin

Justin baru saja kembali dari sekolahan Loanna, ia melepas jas menyampirkan pada kepala kursi lalu menggantinya dengan jas dokter. Hatinya merasa lega setelah bertemu dengan Loanna itu cukup mengobati rasa rindu setelah dua hari tidak berjumpa. Sebenarnya Justin bukan tipikal pria yang selalu meminta waktu setiap kali merindu, Justin selalu menyerahkan semua pada Loanna kapan dia mau bertemu.

Tetapi kali ini beda cerita, Loanna sedang tidak baik-baik saja setelah ketahuan tidak pulang ditambah nomornya yang tidak bisa dihubungi. Dua hari Justin uring-uringan kesana kemari mencari tahu keadaan Loanna. Justin juga mendatangi rumah Loanna tapi hanya didepan gerbang. Ia menghormati kedua orang tua Loanna juga tidak ingin menambah hukuman bagi Loanna jika Justin memaksa masuk.

Huft... Senyum tipis itu terukir dari sudut bibir, sekarang Justin bisa bekerja dengan fokus.

Tok..tok..tok..

Asistennya muncul dari balik pintu, "Dok, ini jadwal operasi hari ini."

"Oke,"

Justin membaca daftar pasien, ada tiga orang yang harus dioperasi hari ini. Sebelumnya Justin membaca riwayat penyakit masing-masing dari data yang dibawa asistennya.

Tiba-tiba pintu terbuka tanpa adanya ketukan terlebih dahulu, seseorang itu adalah pria paruh baya berusia enam puluh tahun.

"Dadd," Justin mengangkat kepala  melihat ayahnya lah yang datang tanpa mengetuk pintu.

"Bagaimana pekerjaan hari ini?"

"Lumayan,"

Marteen, ayah dari Justin adalah seorang pemilik rumah sakit ini sehingga ia bebas keluar masuk ruangan putranya.

"Ada hal yang ingin daddy sampaikan, kau ada waktu senggang?"

Sebenarnya siang ini jadwalnya benar-benar padat tetapi jika menolak bicara empat mata Marteen pasti akan marah.

"Of course,"

"Kita bicarakan disini saja,"

Keduanya sudah sama-sama duduk pada sofa berdekatan dengan jendela yang langsung menghadap pemandangan gedung bertingkat. Sebelum memulai obrolan Marteen berdehem memperhatikan raut wajah putranya yang sudah berusia tiga puluh tahun itu.

"Daddy akan langsung ke pointnya saja, daddy akan menjodohkan mu dengan seorang wanita, dia putri dari rekan bisnis daddy."

"Menjodohkan?" Justin tentu kaget mendengar kabar itu, kedua alisnya terangkat seperti memprotes.

"Ya, dan kau tidak bisa menolak."

"Maaf dadd, aku tidak bisa."

"Kenapa? Karena kekasih mu yang remaja itu?"

"Selama ini aku menuruti semua keinginan daddy, termasuk menjadi dokter. Tapi maaf untuk masalah hati aku bisa memilih sendiri."

Marteen menyunggingkan senyum remeh, "Justin dengar! Tidak ada yang bisa membantah perintah daddy! Apa kau ingin bernasib sama seperti adik mu?"

Justin terdiam, pikirannya sangat kacau. Jalan hidupnya selalu ditentukan oleh sang ayah termasuk urusan jodoh. Meski Justin orang penurut tetapi kali ini dia akan memberontak.

"Dan ingat kalau kau sampai menggagalkan rencana ini, kekasih mu yang akan jadi korbannya."

Marteen lalu pergi dengan wajah menahan amarah, pintu pun sampai menjadi bahan sasarannya. Selalu seperti ini jika permintaannya tidak dituruti akan ada korban sebagai gantinya.

Huft... Justin memijat keningnya, ia merasakan pusing yang mulai menjalar. Baru saja ia bahagia karena menemukan Loanna dalam hidupnya tetapi ayahnya sudah mematahkan. Justin benar-benar bingung harus berbuat apa. Disatu sisi ia bisa saja menuruti permintaan ayahnya tapi akan membuat Loanna patah hati, disisi lain jika Justin tetap nekad Loanna akan menjadi korban.

El Salvador (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang