32. Edinburgh

2.9K 70 3
                                    

Justin terdiam untuk sekian detik mencerna apa yang tadi diucapkan Loanna. Kesimpulannya adalah Loanna sudah tahu kalau Solena hamil pantas saja gadis itu terus menghindar padahal dari raut wajah dan bahasa tubuh Loanna masih mencintainya.

"Anna tunggu," Justin keluar dari mobil menyusul Loanna yang masih duduk dihalte bus.

"Aku bisa jelaskan,"

"Jelaskan?" ulang Loanna dengan kerutan pada dahi.

"Tentang kehamilan Solena, aku tahu aku salah karena tidak memberitahukan kabar gembira ini karena takut akan menyakiti hatimu."

Loanna tertawa, mengapa Justin harus menjelaskan hal yang menurutnya tidak penting itu. Apa karena Loanna terus menghindari dan kekeuh pendirian tidak ingin memiliki hubungan meskipun masih sama-sama saling mencintai?

"Maaf aku terlalu takut kehilangan mu, aku terlalu pecundang sebagai seorang pria."

"Tidak ada yang salah, mungkin takdir kita memang hanya sebagai teman."

"Anna,"

"Justin, aku sedang berusaha menerima semua yang terjadi diantara kita. Jadi tolong kamu pun demikian, ingat ada calon anak mu didalam rahimnya dan buktikan kalau kau bukan pecundang dihadapan istri mu."

Justin menatap kedalam retina biru, ingin rasanya memeluk tubuh Loanna tetapi ia tahu Loanna pasti akan menolak.

"Aku yakin kau bisa melupakan ku suatu hari nanti, pelan-pelan saja." Loanna mengelus punggung tangan Justin seraya pergi karena bus telah datang.

Justin tidak ingin meninggalkan satu momen penting dengan memeluk tubuh Loanna. Ia pun menarik tangan lalu memeluk tubuhnya erat-erat tidak mempedulikan pandangan orang-orang karena yang ia butuhkan saat ini hanya pelukan.

Dulu saat masih bersama Loanna setiap kali melewati hari-hari yang sulit, Justin bisa dengan bebas mendatangi Loanna bercerita lalu berpelukan tapi kali ini tidak bisa. Tembok mereka sangat tinggi karena Loanna yang terus memasang pembatasnya.
Justin benar-benar rapuh dia tidak tahu harus cerita pada siapa kalau bukan Loanna.

"Justin,"

"Biarkan seperti ini,"

Huft.. Helaan nafas berat terdengar dari Loanna, ia tentu satu kebiasaan Justin yang ini. Setiap kali dia mengalami hari yang buruk, pasti orang yang akan dicarinya adalah Loanna. Mungkinkah Justin sedang rapuh?

"Hei nona kau akan naik tidak?" seru seorang pria dari dalam bus.

Loanna menggeleng, biarlah kali ini Justin bebas memeluknya karena esok atau lusa mereka harus benar-benar asing seperti janjinya beberapa hari lalu.

"Thank you." lirih Justin dan pelukan pun terlepas.

"Hmm, nanti saat kau mengalami kerapuhan lagi cobalah peluk istri mu dan ceritakan semua yang kau alami."

"Mengapa tidak dengan mu saja,"

"Tidak bisa Justin, kau telah beristri dan aku tidak mau menyakiti hatinya."

"Kau sungguh wanita hebat Anna, lebih mementingkan perasaan orang lain daripada perasaan mu sendiri."

Loanna tersenyum tipis, "Pulang lah,"

"Lalu kau bagaimana?"

"Aku akan menunggu bus berikutnya,"

"Biarkan aku tetap disini hingga busnya datang."

"Hmm terserah." Loanna menyerah karena seberapa kali dia menyuruh Justin pergi, pria itu akan kekeuh dengan pendiriannya.

Apa ini yang dinamakan gagal move on?

El Salvador (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang