50. Salah target

2.2K 78 6
                                    

Markas besar Levinore.

Henry memilih pergi dari pada harus menemui wartawan dan membuat pernyataan. Dia juga harus menyusun strategi ulang setelah membaca hasil laboratorium tentang tes DNA dari pelaku yang saat ini sedang ia sandera.

Otaknya terus berfikir cara menangkap mereka semua. Bukan karena Henry haus akan kekuasaan tetapi dia sudah muak dengan team yang bergerak lambat. Apalagi Loanna, dia terus meminta waktu untuk bisa menangkap Nick beserta barang bukti. Padahal sudah tiga bulan Loanna bersama Nick tapi mengapa barang bukti yang dikumpulkan belum cukup.

Henry marah pada putrinya, untuk itu ia bergerak sendiri tanpa memberitahu yang lain. Anggaplah ini sebagai balas dendam karena Nick telah membunuh sahabat terbaiknya.

Mobil jeep yang ditumpangi Henry berbelok kesebuah gudang yang lama tidak terpakai. Ia harus memastikan sendiri tentang hasil laboratorium itu. Mengapa Leon bisa dengan mudah menyimpulkan jika seseorang yang Henry tangkap bukanlah Davinore.

Henry membuka bagasi mobil, ia berdiri mengamati jejak darah yang jumlahnya lumayan banyak.

"Oh shit!" Henry terlalu ceroboh, karena bekas luka tembak di kaki Davinore itu membuat jejak darahnya berceceran dimana-mana.

"Tidak mungkin aku salah menangkap orang! Wajahnya sama persis juga bekas luka dibagian kaki." ucap Henry menatap kertas berisi seketsa wajah pelaku.

Henry mengamati dengan seksama tentang seketsa wajah juga hasil foto yang sempat ia abadikan kemarin. Untungnya otak Henry bekerja dengan cepat, saat penangkapan itu Henry memotret pelaku untuk dijadikan bahan pertimbangan.

Karena kamera yang diarahkan pada Davinore sehingga dia langsung tahu jika yang mencegahnya bukanlah anggota polisi biasa. Davinore paham mana anggota polisi dan mana anggota intelegen.

Mungkin Henry harus memastikan sendiri apa benar dia salah menangkap orang atau Davinore yang asli telah menggantinya dengan orang lain?

Untuk saat ini biarlah Henry menghirup udara segar diluar kantor sebelum kembali ke markas. Pastinya disana masih banyak media yang penasaran seperti apa wajah pelaku penculikan yang selama ini meresahkan.

Dering ponsel berbunyi, sebuah nomor dari kepala mantan kepala intelegen. Henry ragu untuk menjawabnya namun jika dibiarkan mati, ia akan mendapat masalah baru.

"Hallo."

"Henry dimana kau sekarang?"

"Saya sedang ada diluar."

"Apa anda tidak melihat berita? Markas kita sedang kacau banyak awak media disini mengapa anda berada diluar!" suara mantan atasannya terdengar mengerikan dari biasa namun Henry tetap tenang menghadapi situasi ini.

"Saya akan kembali sekarang juga."

"Baik, langsung temui saya."

Panggilan terputus, Henry mengusap wajahnya juga menghela nafas berkali-kali. Ternyata misi kali ini benar-benar membutuhkan tenaga dan fikiran. Ia lalu melajukan mobilnya menuju kantor.

Orang yang baru menelpon Henry adalah Paul. Dia mantan kepala intelegen yang sekarang sudah pensiun.

Sampainya di kantor, para awak media masih disana menunggu kepastian. Karena sejak tadi mereka tidak mendapatkan informasi apa pun dari pihak intelegen. Henry terpaksa menggunakan jalur tikus untuk masuk kedalam, dia tidak mungkin masuk melalui jalur utama karena semua dipadati oleh wartawan.

"Tuan Henry, anda di tunggu tuan Paul di aula." ucap salah anak anak buahnya.

Jika Paul sudah turun tangan itu artinya team dalam siaga satu.

El Salvador (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang