Chapter 17

307 46 5
                                    

Jauzan turut merasa senang ketika Nevan bercerita dengan semangat bahwa dia mendapatkan pekerjaan baru. Malam itu, Nevan bercerita bahwa dia bekerja sebagai supir pribadi dari bosnya Rafa. Nevan mendapatkan informasi lowongan itu dari Rafa yang saat itu tidak sengaja berpapasan dengan Nevan di tangga.

Nevan juga berjanji ke Jauzan kalau dia akan mulai membayar uang sewa juga setelah dia mendapatkan gaji pertamanya dari si bos. Meskipun gajinya tidak seberapa, setidaknya, uang yang dimiliki Nevan cukup menutupi kekurangan di kebutuhan hidup mereka berdua.

Jauzan duduk termenung di kantin perusahannya setelah dia selesai berkeliling pasar untuk menagih tagihan, pemesanan barang, dan juga menawarkan produk baru dari perusahaan tempat Jauzan bekerja.

Satu piring nasi dengan gulai ayam itu sudah habis Jauzan makan, hanya tersisa tulang ayam yang bersih tidak bersisa karena Jauzan memang suka mengemut tulang ayam. Sekarang, di atas meja Jauzan itu hanya tersisa kopi hitam, itu pun tersisa setengah, terdapat jejak serbuk kopi di gelasnya yang menandakan sudah cukup lama Jauzan membiarkan kopi hitam itu mendingin di atas meja.

Bahkan Jauzan biarkan saja beberapa lalat hinggap di pinggir gelas karena begitu banyak hal yang ia pikirkan.

"Zan, gue heran, deh sama orang tua lo. Masa mereka lebih sering nelepon gue dari pada elo, anaknya sendiri?"

Jauzan menghela nafas lelah setiap mengingat momen di mana Nevan terheran-heran karena orang tuanya Jauzan lebih sering menghubungi Nevan dari pada Jauzan sendiri.

Karena malas membahas masalah itu, Jauzan hanya menjawab kalau dia sering menelepon orang tuanya, hanya saja Jauzan menelepon mereka setiap Nevan sudah tidur di kamarnya. Padahal, yang sebenarnya terjadi, Jauzan memang tidak pernah menghubungi orang tuanya, begitu pun sebaliknya.

"Merenung aja lu, Zan. Padahal udah gajian" ucap salah satu rekan kerja Jauzan yang juga merupakan seorang sales.

"Meskipun udah gajian, tetap aja uangnya kepakek juga, Pin" ucap Jauzan ke rekan kerjanya yang bernama Kevin tetapi Jauzan lebih sukan memanggil Kepin.

"Bener juga, sih. Uang gajian gue udah hangus sejuta buat orang tua di kampung. Susah memang jadi generasi roti lapis" ucap Kevin sambil geleng-geleng kepala, meratapi nasibnya yang menjadi tulang punggung keluarga.

"Rokok buat nyebat aja gue nggak punya. Uang gajian baru kemaren diterima sekarang udah lenyap aja" ucap Kevin lagi dan Jauzan langsung memberikan satu bungkus rokok miliknya ke Kevin.

Dia tahu kalau itu kode dari Kevin kalau dia ingin minta sebatang ke Jauzan.

"Tumbenan lo beli sebungkus, biasanya cuma beli sebatang dua batang, kadang juga lu minta punya orang" komentar Kevin membuat Jauzan berdecak.

"Dibeliin temen gue" jawab Jauzan sekenanya.

"Wuiih, baik bener temen lu. Kenalin dong, gue juga pengen jadi temen dia" ucap Kevin dan Jauzan melirik rekan kerjanya itu dengan malas.

"Nggak. Pengen lo porotin, kan?" gerutu Jauzan yang mana mau membiarkan Rafa bergaul dengan manusia sesat seperti Kevin.

Kevin tertawa terbahak-bahak, dia pun meminta pematik api ke Jauzan yang memberikan pematik api miliknya ke Kevin.

"Dunia kejam banget, Zan. Doain gue betah hidup di dunia ini, ya!"

Jauzan yang mendengar ucapan Kevin pun berdecak.

"Jangan ngomong yang aneh-aneh lu."

***

Rafa merasakan ada yang menggoyang pundaknya sehingga anak itu yang tertidur nyenyak, perlahan membuka matanya. Dia mengerjapkan matanya dan melihat Adil yang mengguncang pundaknya itu.

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang