Chapter 42

243 50 5
                                    

Malik duduk di kursi besi panjang yang ada di lorong dekat ruang rawat inap nya Rafa. Dia kembali teringat bagaimana Chanan hampir kehilangan kesadarannya karena histeris.

Tentu saja Chanan akan histeris setelah tahu kalau satu-satunya keluarga yang ia punya memiliki sebuah penyakit mematikan di dalam tubuhnya.

Suara tangisan Chanan begitu keras, anak itu terus menangis sambil memanggil nama kakaknya. Dia terus bergumam kalau dia tidak ingin sendirian di dunia ini. Semua orang yang lewat sampai melihat ke arah Chanan dan Malik.

Saat itu, Malik dengan sigap langsung menahan tubuh Chanan yang limbung. Malik dibantu oleh perawat yang kebetulan lewat dan juga salah satu keluarga pasien. Chanan begitu lemas, bagaikan seluruh energinya disedot habis setelah menangis.

Malik tidak henti menenangkan Chanan, dia terus meminta Chanan untuk menerima fakta ini dan berusaha tegar meskipun menyakitkan. Bagi Malik, menangis tidak akan mengubah apa-apa. Justru menangis hanya menyiksa diri sendiri.

"Bang."

Malik menoleh, dia mendapati Kiki keluar dari ruangan rawat inap. Malik baru ingat kalau dari tadi Kiki belum juga pulang. Teman dari Chanan itu langsung ikut menenangkan Chanan setelah dia melihat Chanan seperti kehilangan arah dan seperti kehilangan kewarasannya. Sorot mata Chanan begitu kosong, namun air mata terus mengalir di kedua pipinya. Malik dan Kiki sampai khawatir karena melihat wajah pucat Chanan.

"Iya, Ki?" ucap Malik yang langsung berdiri ketika melihat Kiki mendekatinya.

"Gue pulang dulu, ya bang? Besok gue ke sini lagi" ucap Kiki membuat Malik merasa, kalau Chanan dan Rafa benar-benar dikelilingi oleh orang-orang baik.

"Dan tolong bilangin ke Chanan, ya bang? Dia nggak usah khawatir sama kerjaannya di kafe Tante Hanun. Gue udah bilangin situasi nya ke tante, dan tante nggak masalah kalo Chanan mau menenangkan diri dulu" jelas Kiki.

"Oke, nanti gue sampein ke Chanan. Makasih, ya Ki karena udah mau ngertiin kondisi Chanan" ucap Malik yang terharu dengan kebaikan Kiki serta tantenya.

"Gue temenan sama Chanan udah lama, bang. Gue udah tahu betapa besar rasa sayang Chanan ke Kak Rafa. Jadi, gue ngerti kalo Chanan butuh waktu, bang" ucap Kiki.

Setelahnya, anak itu pun pamit ke Malik. Malik hanya bisa memandangi Kiki yang berjalan menjauh sampai ia hilang dari pandangan Malik.

Malik pun berjalan masuk ke ruang rawat inap. Dia melihat Chanan duduk di kursi yang ada di dekat ranjang pesakitan milik Rafa.

Chanan terus melihat kakaknya yang tertidur dengan lelap. Tangan Chanan menggenggam tangan Rafa yang tidak diinfus. Lalu, Chanan memeluk tangan itu dan menempelkan tangan sang kakak di pipinya.

"Chan.."

Chanan menoleh, Malik ikut merasakan kesedihan Chanan karena melihat mata sembab anak itu.

"Abang pulang bentar, ya? Nanti abang ke sini lagi" ucap Malik ke Chanan yang hanya menganggukkan kepalanya.

Malik mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Chanan dengan sayang.

"Jaga kakaknya, ya Chan?" ucap Malik, lalu dia pun pergi keluar dari ruangan.

***

Karena tidak bisa menjenguk sang ibu, Jidan memutuskan ikut pulang bersama Harzan. Jidan hanya tidak mau duduk sendirian di dekat ruang ICU dengan bayang-bayang mengerikan mengenai kondisi ibu mereka.

Tidak ada percakapan di antara Harzan dan Jidan.

Anak itu memperhatikan kakaknya yang berjalan di depan Jidan. Melihat punggung kakaknya, membuat Jidan ingin mengetahui isi kepala sang kakak. Jidan ingin tahu sebesar apa rasa sakit yang kakaknya terima sehingga Harzan enggan membagi rasa sakitnya ke Jidan.

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang