Chapter 29

265 36 5
                                    

Harzan tidak memiliki tenaga untuk melakukan apa pun.

Sedari tadi yang dia lakukan hanyalah berbaring di tempat tidurnya. Harzan bahkan tidak memiliki keinginan untuk menyiapkan sarapan padahal dia tahu bahwa di dalam unit itu tidak hanya ada dia sendiri, tetapi ada adiknya yang mungkin tidak sarapan karena Harzan tidak membuatkan apa-apa pagi itu.

Entahlah.

Harzan hanya merasa, dia tidak ingin bergerak, tidak ingin berpikir, dan tidak ingin melakukan apa pun.

Harzan hanya ingin berbaring seperti ini tanpa harus menggerakkan tubuhnya ke sana ke mari, seperti yang biasa ia lakukan ketika dia bekerja menyebarkan brosur di setiap pagi.

Tetapi, ketika dia berbaring seperti ini, dia selalu kepikiran dengan nasib keluarganya.

"Capek.."

Harzan hanya menggumamkan satu kata, tetapi satu kata itu benar-benar mewakilkan seluruh emosi yang Harzan rasakan sehingga pemuda tersebut merasakan bagaimana hatinya ini seperti dicabik-cabik hanya dengan satu kata.

Rasa sesaknya membuat Harzan menitikkan air mata.

Rasa sesak yang menyiksa ini berhasil membuat Harzan semakin keras menyalahkan dirinya sendiri.

Mencaci maki dirinya sendiri.

Kenapa dia tidak bisa menjadi manusia yang berguna?

Untuk apa Tuhan menciptakannya sebagai manusia jika pada akhirnya dia tidak bisa melakukan apa pun untuk keluarganya?

Kenapa Tuhan tidak menciptakan dia sebagai seonggok sampah saja? Tetapi, sampah pun masih bisa memilki manfaat untuk orang lain. Dan Harzan merasa dia lebih baik diciptakan menjadi sesuatu yang lebih rendah dari sampah.

"Gue harus gimana..." isak Harzan sambil terus memukul kepalanya supaya dia bisa berpikir dengan benar.

"Berpikir Harzan, berpikir!" kesal Harzan yang semakin kuat memukul kepalanya.

Harzan sampai memukul kepalanya menggunakan majalah yang ada di dekat meja.

Anak itu menjambak rambutnya dengan kuat.

Pada akhirnya, Harzan hanya bisa menangis sendirian di dalam unit apartemennya yang sepi.

***

Malik tersentak dan langsung terbangun dari tidurnya. Nafasnya terengah dan di pelipisnya mengeluarkan keringat dingin. Malik berusaha menenangkan dirinya dan terus bergumam bahwa semua yang ia alami itu hanyalah mimpi.

Malik bermimpi bahwa dia kembali merasakan penyakit mematikan itu lagi. Malik merasakan bagaimana dia kembali berjuang untuk sembuh dari sakitnya. Namun, di mimpi ini, Malik kalah.

Malik tidak sanggup melawan penyakitnya.

"Untung cuma mimpi" gumam Malik sambil mengusap wajahnya yang dipenuhi keringat dingin.

Malik meraih ponselnya yang berada di dekat kasur lipat miliknya. Anak itu meringis ketika melihat baterai ponselnya menunjukkan angka 8% yang menandakan dia harus men-charger ponselnya segera.

Sebelum itu, Malik membaca beberapa pesan yang masuk. Pesan pertama yang dia baca adalah pesan dari Pak Abdi. Sedangkan, pesan dari orang lain apalagi dari orang tuanya tidak Malik baca.

Pemuda itu langsung keluar dari unit apartemennya setelah dia membaca pesan dari Pak Abdi. Kemarin, Malik meminta tolong kepada Pak Abdi untuk mencarikan kursi panjang yang mampu menampung tujuh orang dewasa dengan tujuan akan ia letakkan di lorong apartemen.

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang