Chapter 4

486 66 6
                                    

"Harzan, tolong bukain pintu."

Harzan yang sedang mengerjakan tugasnya sambil mendengarkan lagu menggunakan earphone nya, langsung menoleh ke asal suara.

Terlihat sosok ibunya berdiri di ambang pintu.

Harzan melepas earphone di telinga nya, "Apa bun?" tanya Harzan yang memang tidak mendengar dengan jelas ucapan sang ibu karena earphone di telinganya ini.

"Ada yang ngetuk pintu, tolong bukain."

Harzan pun berjalan menuju pintu depan sehingga dia melewati ruang tamu dan melihat adiknya, Jidan sedang duduk dengan santai di sofa sambil menonton acara kesukaannya. Jidan terlihat beberapa kali tertawa sambil memakan cemilan yang ada di atas meja.

Harzan juga melihat ibunya sudah duduk di samping Jidan lalu ikut memakan cemilan milik Jidan dan tertawa bersama Jidan.

Pemuda itu terus melangkahkan kakinya, mengabaikan pemandangan yang ia lihat.

Setelah Harzan membuka pintu, dia mendapati ada seseorang yang tidak pernah ia lihat sebelumnya sudah ada di depannya sambil memegang sebuah bingkisan.

Seseorang itu tersenyum ramah ke Harzan sambil menunjukkan bingkisan itu dengan kedua tangannya.

"Haai, gue Malik, gue penghuni baru di apartemen ini, unit gue di nomor 201" ucap Malik ke Harzan yang takjub karena masih ada juga yang mau tinggal di apartemen menyedihkan ini.

Harzan tanpa sadar memperhatikan penampilan Malik.

Bisa dikatakan, Malik ini sepertinya anak orang kaya.

Dari kepala sampai kaki, Harzan menyadari kalau barang-barang yang Malik gunakan rata-rata barang branded semua. Jadi, dia cukup heran.

Mengapa anak orang berada seperti Malik malah menghuni apartemen seram ini?

Seram dalam artian "penampilan" nya.

"Tumben banget ada penghuni baru. Selama beberapa tahun gue menghuni apartemen ini, baru kali ini ada penghuni baru" ucap Harzan sambil berdecak kagum menatap Malik yang hanya tersenyum kikuk.

Malik sendiri terpasa tinggal di hunian yang kurang layak itu karena dia tidak memiliki pilihan lain.

"Lo nggak lari waktu denger rumor aneh tentang apartemen jelek ini?" ucap Harzan yang dengan santai menyandarkan tubuhnya di ambang pintu.

"Nggak, sih. Kan, itu cuma rumor" ucap Malik, dia memang tidak percaya dengan rumor tidak berdasar itu.

"Emang rumor. Rumah ini nggak angker, juga nggak "dikutuk" cuma yaah, penghuni di sini rata-rata ekonominya menengah ke bawah semua. Jadi, peliknya hidup membuat mereka memutuskan untuk.." Harzan memperagakan orang yang sedang gantung diri.

Dia sampai menjulurkan lidahnya keluar, sama persis seperti penghuni lantai satu yang tepat dua bulan yang lalu meninggal karena gantung diri.

Malik hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Ah, iya, ini bingkisan dari gue" ucap Malik sambil menyerahkan bingkisan di tangannya ke Harzan.

"Wuihh, makasih ya! Kalau ada apa-apa datang aja ke sini. Lo juga bisa datengin penghuni unit apartemen lain" ucap Harzan yang langsung memperhatikan bingkisan pemberian Malik.

"Sama-sama" ucap Malik, lalu pandangan matanya tertuju ke unit 203.

"203, ada orangnya nggak, ya?" tanya Malik. Dia jadi teringat dengan ucapan Jauzan kalau penghuni di unit 203 jarang di rumah kalau Hari Minggu.

Harzan menjulurkan kepalanya untuk melihat keadaan unit 203. Lalu, setelahnya dia kembali menatap Malik.

"Penghuni 203 itu saudara kandung. Si kakak namanya Rafa, cuma dia pergi kerja di Hari Minggu gini. Adiknya namanya Chanan. Adiknya agak nyebelin, jadi ada baiknya lo jangan ke sana kalau nggak ada Rafa. Tunggu ada Rafa aja" jelas Harzan.

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang