Chapter 27

272 45 6
                                    

Jauzan tidak pernah membayangkan, meskipun hanya duduk di warung kopi dengan ditemani satu gelas kopi hitam, cukup membuat suasana hatinya yang awalnya buruk menjadi sedikit lebih baik. Setidaknya, isi kepalanya tidak sekusut sebelumnya.

Dia awalnya sedikit ragu menerima tawaran Malik untuk pergi ke warung kopi bersamanya. Padahal, Jauzan yakin kalau sebelumnya Malik terlihat terburu-buru dan ingin pergi menemui seseorang. Tetapi, ketika Malik berkata bahwa pertemuannya ditunda membuat Jauzan akhirnya mengikuti langkah Malik menuju warung kopi yang ternyata tidak terlalu jauh dari apartemen.

Warung kopi tersebut seperti warung kecil pada umumnya yang terbuat dari kayu.

Tidak hanya menjual kopi, si pemilik warung juga menjual aneka minuman lainnya. Dia juga menyediakan mie instant baik rebus maupun goreng.

Kursi dan mejanya pun juga terbuat dari kayu dengan mejanya dialas menggunakan karpet lantai terbuat dari vinyl yang di setiap sisinya dipaku supaya tidak lepas. Meskipun begitu, ada juga beberapa bagian dari karpet itu terlepas dari meja kayu.

Tidak hanya ada Malik dan Jauzan di warung tersebut, tetapi ada juga bapak-bapak serta beberapa pekerja kantoran yang sepertinya ingin bersantai sejenak setelah lelah seharian bekerja.

"Biarin aja, sih kata gue, Zan. Tindakan lo itu udah bagus. Sekarang ini, orang-orang minjem duit masang muka malaikat, tapi kalau ditagih masang muka setan, galaknya ngalahin pitbull" ucap Malik lalu dia meniup kopi hitamnya itu dan menyeruputnya dengan nikmat.

"Duit lo juga nggak sebanyak itu kan? Cuma cukup buat sehari-hari kan? Lebih baik nggak usah lo pinjemin, biarin aja dia musuhin lo, malah bagus kalo orang kayak dia nggak temenan sama lo lagi" ucap Malik lagi membuat Jauzan sedikit rileks karena dia mulai menyetujui apa kata Malik.

Setelah Jauzan cek cok dengan Kevin, Jauzan merasakan kalau Kevin menjauhinya. Tidak hanya itu, Jauzan juga merasakan kalau semua teman-teman Kevin yang awalnya akrab dengan Jauzan tiba-tiba menjauh tepat setelah Jauzan menolak meminjamkan uang ke Kevin.

Jauzan merasa dijauhi oleh semua orang dan hal itu membuatnya merasa tidak nyaman ketika bekerja.

"Haah, tapi kayaknya, Kepin menghasut orang-orang buat jauhin gue, bang. Tiba-tiba aja mereka rada cuek ke gue. Gue males banget kalo udah kayak gitu. Gue nggak mau cari masalah sama orang lain, bang" jelas Jauzan yang kembali meminum kopi hitamnya yang tadi ia tuangkan ke piring kecil.

"Bagus, dong? Kalo mereka terhasut sama Kepin, itu artinya mereka nggak beda jauh sifatnya sama Kepin. Dan lo terselamatkan dari orang-orang seperti itu, mereka menjauh dengan sendirinya dari hidup lo sebelum lo terlibat masalah yang lebih besar lagi kalo lo masih berteman sama mereka."

Jauzan menatap Malik dengan kagum, "Positive thinking banget lu, bang. Gimana caranya lo bisa mikir kayak gitu?" ucap Jauzan yang tidak henti menatap Malik terkagum-kagum.

Malik yang mendengarnya pun terkekeh pelan, "Gue udah nyicip soalnya, Zan. Makanya, gue bisa ngomong sebijak ini ke lo."

Bahkan, sekarang pun Malik terlibat dengan manusia menyebalkan seperti teman Jauzan itu.

"Waaah, pasti rasanya kesel banget tuh bang" ucap Jauzan, dia saja rasanya ingin menghantam kepala Kevin ketika dia tidak sengaja bersitatap dengan anak itu tadi di parkiran.

"Pastilah kesel. Tapi, yaah, semuanya udah berlalu, gue cuma bisa ngasih tahu diri gue sendiri buat lebih hati-hati lagi dalam memilih teman" ucap Malik lalu dia tersenyum ke Jauzan.

"Nggak semua manusia itu baik, Zan. Dan nggak semua manusia itu jahat. Isi hati manusia mudah dibolak-balikkan. Jadi, berteman itu boleh, waspada itu perlu. Bukan mau suudzon, tapi yaa hati manusia nggak ada yang tahu gimana warnanya kan?"

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang