Chapter 18

307 56 10
                                    

Malik ingat, saat itu ada yang menggedor pintu unit apartemennya dengan membabi buta.

Rasanya Malik ingin mengutuk siapa pun yang telah memecahkan konsentrasi Malik untuk mengetik cerita yang baru saja ia buat. Tetapi, ketika Malik melihat Jidan berdiri di depan pintu unit apartemennya dengan berlinang air mata, membuat Malik menelan semua niat buruknya itu.

Malik tentu panik dan khawatir melihat Jidan menangis tersedu-sedu sambil memanggil ibunya.

Jidan tanpa berkata-kata menarik tangan Malik sehingga Malik keluar dari unit apartemennya sendiri.

Jidan menunjuk unit apartemen bernomor 204 itu, dan sambil sesegukan Jidan membuka mulutnya.

"Bunda...., darah..."

Mendengar kata darah, Malik langsung bergegas menuju unit apartemen milik Harzan dan Jidan.

Betapa terkejutnya Malik, ketika ia melihat seorang ibu paruh baya tergeletak di lantai dengan genangan darah yang cukup banyak di sekitar mulutnya.

Tanpa menanyakan apa-apa kepada Jidan, Malik langsung berlari menuju unitnya untuk mengambil ponselnya yang di-charger di kamar. Malik mencari kontak nomor milik pengacaranya dan meminta sang pengacara untuk datang ke apartemennya.

Di sini lah dia sekarang, bersama Jidan dan Harzan yang duduk di dekat ibu mereka yang terbaring lemah tidak berdaya di ranjang pasien itu.

"Bang.., bunda kenapa bang? Apa kata dokter?" ucap Jidan membuat Malik mengarahkan pandangannya ke Jidan lalu beralih ke Harzan.

Malik ada di sana, ketika dokter menjelaskan kondisi ibu mereka berdua kepada Harzan.

Saat itu, Malik sampai merasakan apa yang Harzan rasakan ketika dia dan Harzan mendengarkan penjelasan dari dokter mengenai penyakit yang ada di dalam tubuh ibu paruh baya itu.

Malik mendengar dengan jelas, bagaimana Harzan meminta sang dokter untuk memeriksa kembali keadaan ibunya. Meskipun Harzan sendiri sudah tahu, bahwa penyakit mematikan itu sudah ada di dalam tubuh sang ibu dan kapan saja bisa merenggut nyawa ibunya.

Dan kali ini, Malik ingin tahu, apakah Harzan akan memberitahukan kondisi ibu mereka berdua kepada Jidan?

Malik melihat bagaimana kedua mata Harzan bergetar. Bagaimana anak itu terlihat gelisah serta bibirnya yang sulit ia gerakkan hanya untuk menjelaskan kondisi sebenarnya mengenai ibu mereka.

Namun, setelah Malik melihat sorot mata Harzan yang berubah, serta senyuman yang ditarik paksa di wajahnya, membuat Malik bisa menebak apa yang akan Harzan katakan kepada Jidan.

"Bunda baik-baik aja, Dan. Kata dokter, bunda kecapekan."

Sebuah jawaban, yang membuat Malik ikut merasakan beban berat yang ada di kedua pundak Harzan.

Pasti berat bagi Harzan untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Jidan dan menyebabkan Harzan memilih berbohong kepada sang adik.

***

Chanan tahu kalau Rafa menginap di kantor karena lembur. Tetapi, tetap saja dia merasa kesal melihat unit ini begitu sepi.

Padahal, Chanan tahu kalau kakaknya memang selalu menginap di kantor kalau sang kakak lembur. Namun, Chanan tetap tidak terbiasa.

Chanan benar-benar tidak terbiasa jika dia berada di rumah sendirian tanpa ada kehadiran sang kakak di sana.

Chanan akan merasa gelisah dan pasti pada akhirnya dia menelepon sang kakak dan meminta sang kakak untuk pulang.

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang