Keputusan ini sudah Rafa pikirkan setelah Chanan memintanya untuk berhenti bekerja.
Semalaman, Rafa memikirkan permintaan Chanan yang menginginkan Rafa berhenti bekerja. Malam itu, Rafa menatap lekat wajah terlelap adiknya sambil memikirkan apa yang akan terjadi jika dia memutuskan untuk berhenti bekerja dan mengandalkan penghasilan dari tutor bahasa yang setiap malam ia lakukan.
Rafa awalnya ragu, haruskah dia mendengarkan permintaan Chanan yang satu itu?
Selama ini, Rafa menjadi tulang punggung di antara mereka berdua. Dia bekerja keras demi mengumpulkan uang untuk adiknya. Rafa menyisihkan beberapa uangnya untuk biaya masa depan Chanan.
Tetapi, Rafa menyadari, kalau kondisinya tidak memungkinkan untuk bekerja lagi. Rafa mudah sekali lelah dan sakit kepala. Tubuhnya juga selalu kesemutan dan ngilu di bagian sendi. Terkadang, pandangan Rafa menjadi kabur, lalu dia mimisan dengan darah yang cukup banyak.
Keadaannya semakin parah dan jika dia terus memaksa, dia yakin kalau dia akan meninggalkan dunia ini lebih cepat.
Maka dari itu, dia pun meminta Malik untuk menuliskan surat pengunduran dirinya. Lebih baik, dia bekerja sebagai tutor bahasa dan lebih memikirkan kondisi tubuhnya meskipun dokter selalu berkata kalau umur Rafa tidak akan lama lagi.
Untuk saat ini, Rafa ingin percaya dengan keajaiban.
"Ini keputusan yang bagus, Ra" ucap Malik yang sedang menuliskan surat pengunduran diri milik Rafa.
"Lo bisa lebih fokus sama kesehatan lo" ucap Malik lagi.
"Sekarang, lo tinggal ngomong ke Chanan tentang kondisi lo. Dia harus tahu, Ra" ucap Malik yang berhasil membuat Rafa terdiam.
Malik menghembuskan nafas lelah ketika melihat keterdiaman Rafa. Dia yakin kalau Rafa masih takut mengatakan yang sebenarnya kepada Chanan. Malik tahu kalau Chanan pasti sedih dan tidak bisa menerima fakta menyakitkan itu. Namun, bukankah nanti Chanan akan lebih kecewa ketika dia tahu Rafa menyembunyikan penyakit itu darinya?
"Ra..., dia adik lo Ra. Sudah seharusnya dia tahu kalo lo lagi kayak gini. Dan juga, lo itu bakalan jadi pasien rumah sakit. Lo nggak sehari dua hari nginep di sana, Ra. Lo itu full berobat. Nggak mungkin lo bilang ke Chanan kalo lo cuma demam, kan? Mana ada orang demam dirawat inap sampai berbulan-bulan?" ucap Malik ke Rafa yang sepertinya mulai tersadar kalau cepat atau lambat, Chanan akan tahu tentang penyakitnya.
"Gue...., masih belum bisa, bang.." ucap Rafa dengan lirih.
"Terus, bisa nya itu kapan, Ra?" ucap Malik yang jadi gemas sendiri dengan Rafa. Tetapi, dia juga tidak bisa terus memaksa Rafa mengatakan yang sebenarnya.
Rasa sayang Rafa kepada adiknya begitu besar sehingga dia tidak mau membuat Chanan bersedih.
Malik hendak membuka mulutnya lagi, tetapi getaran di ponselnya membuat Malik langsung meraih ponselnya. Sebuah panggilan masuk dari Pak Abdi membuat Malik langsung keluar dari unit apartemen Rafa, dia pun menyuruh Pak Abdi untuk masuk ke dalam unit tersebut.
"Ya ampun, Malik. Teman kamu sakit apa? Mukanya pucet banget" ucap Pak Abdi.
"Badannya panas banget, Lik. Adek nggak pusing?" ucap Pak Abdi yang jadi cemas melihat keadaan Rafa.
"Sedikit.." jawab Rafa yang berusaha menenangkan Pak Abdi.
"Tolong bantuin saya, pak. Biar saya yang gendong Rafa" ucap Malik tetapi Pak Abdi langsung menggendong Rafa.
"Badannya ringan banget" bisik Pak Abdi.
Malik hanya bisa terdiam setelah mendengarkan ucapan Pak Abdi. Mereka pun keluar dari unit apartemen Rafa dan mereka turun ke bawah menuju mobil yang terparkir di halaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Anak Tangga Terakhir
Fiksi PenggemarBanyak yang mengatakan apartemen sederhana dan kecil ini dikutuk. Rata-rata yang tinggal di sana adalah orang-orang yang memiliki masalah hidup dan pada akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup mereka di unit apartemen mereka. Banyak desas-desus yan...