Jidan hanya bisa diam di tempatnya setelah dia melihat keadaan kakaknya yang seperti ini.
Anak itu berjalan dengan langkah terseok mendekati kakaknya yang terlihat sangat putus asa. Harzan seperti memohon ke Rafa untuk memberitahunya, apa yang harus dia lakukan supaya dia bisa melewati semua ini?
"Bang Harzan..."
Hatinya terenyuh ketika melihat Harzan begitu kacau. Kedua mata kakaknya merah karena menangis.
Suatu hal yang tidak pernah ia lihat dari sang kakak.
Selama ini, Jidan selalu kagum dengan Harzan yang kuat. Kakaknya tidak pernah mengeluh kepada mereka. Harzan akan selalu memasang wajah ceria dan menjalani hari-harinya dengan penuh rasa syukur. Tetapi, pemandangan kali ini membuat Jidan tersadar kalau Harzan juga seorang manusia.
Manusia yang juga mempunyai rasa lelah.
"Jidan.."
Harzan terlihat tertegun dan berusaha menyembunyikan jejak tangisnya dari Jidan meskipun hal tersebut sangat terlambat.
Jidan telah melihat sisi rapuh dari Harzan. Dan tidak hanya Jidan, tetapi semua penghuni di lantai dua ini telah melihat sisi Harzan yang satu ini dan telah mengetahui masalah pelik apa yang Harzan hadapi.
Jidan berlari lalu memeluk erat kakaknya.
"Abang...." isak Jidan dan dia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang kakak ketika dia merasakan pundaknya terasa basah.
Jidan memejamkan matanya dan membiarkan air mata itu mengalir di kedua pipinya, setelah dia mendengar isakan lirih dari sang kakak.
***
Tidak ada yang berbicara setelah adegan mengharu biru dari Jidan dan Harzan itu selesai. Mereka juga tidak banyak berkomentar setelah mereka mengetahui bahwa saat ini Harzan menghadapi kesulitan yang tidak sanggup Harzan tangani lagi.
Harzan sudah berada di titik terendah di dalam hidupnya sehingga dia tidak tahu lagi harus bagaimana dia menjalani harinya sebagai seorang manusia.
Mereka semua tidak menyangka kalau ibu dari Harzan dan Jidan ini terkena penyakit mematikan yang tentu saja pengobatannya akan membutuhkan waktu yang lama. Kesembuhan dari penyakit itu pun hanya bisa mereka pasrahkan kepada Tuhan.
"Saran gue, lo kasih tahu bunda lo, Zan."
Malik membuka suaranya setelah sekian lama mereka terdiam.
Semua mata tertuju pada Malik, pemuda tersebut terlihat serius ketika mengatakannya.
"Bang..., bunda gue pasti nggak mau berobat kalo gue kasih tahu..." ucap Harzan dengan suara terdengar lirih dan serak.
Harzan seperti tidak memiliki tenaga lagi untuk melakukan apa pun, bahkan untuk sekedar berbicara. Makanan yang tadi Chanan bawakan pun hanya ia pangku karena dia tidak berselera makan meskipun perutnya menjerit minta diisi.
"Coba lo bujuk, Zan" ucap Jauzan yang ikut khawatir dengan kondisi ibunya Harzan.
Ibu dari Harzan dan Jidan ini sangat baik. Dia juga ramah dan selalu saja menyapa para bujang ini. Belum lagi, sang ibu selalu menganggap mereka seperti anaknya sendiri. Ada rasa sakit di hati mereka ketika mereka tahu bahwa sosok yang ramah dan penyayang itu memiliki penyakit yang kapan saja bisa merenggut nyawanya.
"Iya, coba lo bujuk, siapa tahu bunda mau berobat. Bilang aja nggak usah khawatir sama biayanya" sahut Nevan.
"Bunda bukan mempermasalahkan biaya, Zan, Van" ucap Harzan sambil menatap kedua temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Anak Tangga Terakhir
FanfictionBanyak yang mengatakan apartemen sederhana dan kecil ini dikutuk. Rata-rata yang tinggal di sana adalah orang-orang yang memiliki masalah hidup dan pada akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup mereka di unit apartemen mereka. Banyak desas-desus yan...