Jauzan menonton berita yang tersiar di televisi bersama dengan Nevan. Mereka berdua duduk di kursi plastik yang menjadi pengganti sofa yang telah mereka jual karena takut tidak mampu membayar uang sewa bulan depan. Hasil penjualan sofa itu Jauzan yang simpan.
Nevan menguap lebar karena Jauzan benar-benar betah menonton berita yang sedang membahas pemilu. Terpampang foto para calon presiden beserta calon wakil presiden yang bahkan tidak Nevan ketahui apa saja sepak terjangnya selama ini karena Nevan memang tidak sepeduli itu dengan politik.
"Kayaknya nanti waktu nyoblos, gue milih calon yang terlihat ganteng di kertas pemungutan suara" ucap Nevan sambil menggaruk perutnya.
Karena ucapan ngaurnya itu, Nevan sampai mendapat pukulan di lengannya dari Jauzan.
"Jangan ngadi-ngadi lu, Van! Kalo lo emang se-buta itu sama politik, paling nggak lo nyaritahu bibit bebet bobot calon pemimpin kita. Lo mau yang mimpin negeri ini malah yang cuma mikirin dirinya sendiri dari pada rakyat?" gerutu Jauzan lalu dia kembali menonton berita yang memberitahu bahwa besok malam akan menayangkan debat antara calon presiden.
"Ck, sejak kapan sih kalo punya kuasa malah sibuk mikirin orang lain? Pasti sibuk mikirin diri sendiri lah! Sibuk nyari keuntungan, dari pada ribet mikirin orang lain kan?" ucap Nevan lagi dan dia kembali mendapatkan pukulan dari Jauzan.
Nevan menggerutu sambil mengusap lengannya yang sudah dua kali dipukul oleh Jauzan. Tepat saat itu, pintu apartemen mereka diketuk oleh seseorang. Nevan yang tahu kalau Jauzan malas beranjak setiap dia menonton berita, memilih untuk berjalan menuju pintu lalu membukanya.
Nevan berdecak karena dia melihat ayahnya sudah ada di depan pintu sambil menggendong anak kecil berusia tiga tahun. Anak dari sang ayah dengan istri barunya.
Memang ayah dan ibunya ini sudah bercerai dan menikahi pasangan mereka masing-masing tanpa mengundang Nevan atau pun memberitahu Nevan. Dia saja mendapatkan berita menggemparkan itu dari orang tua Jauzan.
Dan sekarang, ketika ayah dan ibu Nevan ingin pergi tetapi tidak memiliki orang yang mampu menjaga anak mereka. Mereka malah mencari-cari Nevan.
"Ini bukan daycare, pak. Bapak salah alamat" ucap Nevan dengan penuh sarkas.
Nevan hendak menutup pintu apartemen tetapi sang ayah menahan pintu tersebut dan menatap Nevan dengan tatapan memelas.
"Hari ini saja, Van. Papa beneran harus pergi, istri papa juga ada urusan dan dia nggak bisa ngurus anak ini. Tolong lah papa ini, Nevan, papa ini ayah kamu" ucap sang ayah membuat Nevan mendengus.
"Nggak peduli banget gue. Sejak lo ninggalin gue sama om dan tante, gue nggak pernah nganggap lo ayah gue!"
Nevan menutup pintu apartemen itu dengan keras. Sayup-sayup Nevan mendengar suara tangis anak kecil dan dia sudah bisa menebak suara tangisan itu berasal dari mana.
BRAK!
"Anak setan kamu Nevan! Memang anak setan seperti kamu berakhir di neraka!"
"Nyenyenyenye" Nevan menutup kedua telinganya dan tidak peduli dengan amarah ayahnya.
Nevan malah berjalan menuju ruang TV dan dia kembali duduk di kursi plastik tersebut sambil menonton berita yang membuat Nevan memicingkan matanya kesal karena dia sudah muak menonton berita tentang calon presiden terus.
"Ganti Zan! Gue mau nonton acara gosip!" gerutu Nevan dan Jauzan mendelik.
"Males! Lu nonton aja di hape lu!"
***
Harzan sampai tidak bisa berkata-kata ketika dia melihat Jidan pulang dengan wajah yang lebam dan berjalan sambil meringkuk memegang perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Anak Tangga Terakhir
FanfictionBanyak yang mengatakan apartemen sederhana dan kecil ini dikutuk. Rata-rata yang tinggal di sana adalah orang-orang yang memiliki masalah hidup dan pada akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup mereka di unit apartemen mereka. Banyak desas-desus yan...