Chapter 13

74 26 5
                                    

Mimpi yang sangat indah.

Baru kali ini Jidan betah berada di dalam mimpi.

Di dalam mimpi tersebut, Jidan masih berada di rumah lama mereka. Keluarga mereka masih lengkap. Ada ayah, ibu, beserta dua kakaknya yang sangat ia sayangi.

Mereka berlima berkumpul di ruang makan sambil mengobrol kecil mengenai keseharian mereka.

Jidan mendengarkan cerita Harzan yang pusing dengan tugas kuliahnya. Kakak termudanya itu terlihat menggebu-gebu menceritakan dosennya yang galak dan selalu memberikan tugas kepada mahasiswa yang ia ajar.

Lalu, obrolan beralih ke kakak tertua, Yusuf. Di dalam mimpi ini, Yusuf mengenakan setelan kemeja serta celana dasar berwarna hitam. Kakaknya berada di sini dan tidak bekerja di luar negeri. Kakaknya menceritakan bagaimana sulitnya pekerjaannya dan betapa menyebalkannya rekan kerjanya.

Fokus Jidan teralihkan karena mendengar suara tawa yang sudah sangat lama tidak ia dengar.

Suara tawa ayahnya.

Jidan menoleh ke arah sang ayah yang terlihat seperti terakhir Jidan melihatnya sebelum sang ayah divonis terkena kanker otak.

Ayahnya masih terlihat ceria dan segar. Postur tubuhnya begitu tegap walaupun umur sang ayah tidak lagi muda.

"Jidan? Jidan nggak mau cerita juga?"

Suara lembut sang ibu membuat Jidan menatap ibunya yang terlihat begitu cantik. Ibunya yang di dalam mimpi juga masih terlihat berisi. Tidak seperti saat ini, ibunya begitu kurus.

Jidan membuka mulutnya.

"Jidan cuma mau bilang, kalau Jidan sangat sayang dengan kalian semua..."

Air mata menetes dan membasahi kedua pipi Jidan. Anak itu menangis terisak.

Jidan tidak mau terbangun.

Bisakah dia berada di dalam mimpi saja, selamanya?

***

"Panasnya udah turun, Zan. Lo masih mau bawa Jidan ke rumah sakit atau nggak?" tanya Rafa ke Harzan yang duduk termenung di dekat ruang TV milik Rafa.

Sejak Harzan berlari ke unit apartemen Rafa ini, dia belum juga beranjak dari sana sampai Rafa pulang bekerja serta Chanan yang sudah pergi bersama Kiki setelah Harzan tiba dan menetap di sana selama 20 menit.

Harzan terlihat frustasi dan stress. Begitu banyak beban yang ada di kedua pundaknya membuat Harzan terlihat sekali bahwa dia memiliki banyak hal yang ia pikirkan.

Anak itu sampai izin ke bosnya yang merupakan seorang pemilik toko mainan kalau Harzan tidak bisa masuk kerja karena adiknya sakit. Beruntung bosnya mengizinkan, tetapi tetap saja ada potongan di gaji Harzan karena dia izin secara mendadak.

Harzan tidak mempermasalahkan hal itu meskipun saat ini dia juga tercekik karena kekurangan uang. Namun, karena hal tersebut masuk dalam kontrak kerja dan Harzan sudah membubuhkan tanda tangannya, berarti Harzan harus menerima risiko tersebut.

"Biarin aja dulu, Ra. Kalo besok masih kayak gitu juga, baru bawa Jidan ke rumah sakit" ucap Harzan yang langsung tercekat setelah menyebutkan "rumah sakit".

Harzan langsung teringat dengan sang ibu.

Aah, rasanya Harzan ingin menangis karena lagi-lagi orang terkasihnya terkena penyakit mematikan itu.

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang