Chapter 57

178 53 22
                                    

Chanan menghembuskan nafasnya setelah dia mendengarkan penjelasan Dokter Rian mengenai kondisi Rafa dan syarat-syarat apa yang memenuhi seorang pendonor untuk mendonorkan sumsum tulangnya.

Chanan belum melakukan pengecekan secara menyeluruh. Hal tersebut akan dilakukan besok dan Chanan bisa merasakan jantungnya berdebar karena dia tidak sabar menanti hari esok.

Dokter Rian hanya mengambil sampel darah dari Chanan untuk dibawa ke labor. Sedangkan besok, Chanan akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Cara Dokter Rian menjelaskan pada Chanan juga begitu hati-hati dan selalu sabar jika Chanan bertanya karena ada bahasa medis yang kurang ia mengerti.

Chanan berharap hari esok segera tiba dan dia akan mendapatkan kabar membahagiakan setelah ini.

"Abang?"

Chanan langsung berlari menghampiri Malik yang terduduk begitu saja di dekat ruangan Dokter Rian. Chanan menatap khawatir Malik yang mukanya terlihat pucat serta tatapannya terlihat kosong. Chanan berjongkok di depan Malik dan menatap lekat mata tetangganya yang sudah sangat banyak membantunya ini.

"Abang kenapa?" tanya Chanan, dia langsung memeriksa keadaan Malik, seperti mengecek suhu tubuhnya. Chanan bersyukur karena suhu tubuh Malik terasa normal. Tetapi, dia tetap khawatir karena Malik terlihat seperti orang linglung.

Malik menatap Chanan yang terlihat cemas dan sudah berjongkok di depannya. Malik tidak tahu, haruskah dia memberitahu Chanan tentang hal ini atau tidak. Seketika, Malik teringat tentang Harzan dan Jidan.

Chanan juga belum tahu tentang hal ini.

"Abang cuma agak pusing, Chan" jawab Malik akhirnya.

"Ya ampun, bang. Abang udah makan belum? Makan nasi maksud gue" ucap Chanan sambil memapah Malik untuk duduk di kursi panjang dekat ruangan Dokter Rian.

Malik mengerjapkan matanya. Dia baru tersadar. Kapan terakhir kali dia makan nasi?

Melihat reaksi Malik, membuat Chanan menghembuskan nafas lelah, dia pun kembali menuntun Malik dan membawanya pergi menuju kantin. Chanan mendudukkan Malik di kursi kantin, lalu dia berjalan menuju warung nasi yang ada di sana.

Malik hanya diam ketika dia melihat Chanan membawa nampan yang berisikan satu piring nasi serta dua gelas minuman, satu es teh, dan satunya es jeruk.

"Makan, bang. Lo sibuk bantuin orang lain sampai lupa buat ngisi perut sendiri" ucap Chanan yang meletakkan sepiring nasi dengan ayam goreng itu di depan Malik, dia juga meletakkan es teh di samping sepiring nasi itu.

"Lo sama aja kayak Kak Rafa. Dia sibuk mikirin gue. Tapi, dia lupa buat ngisi perut dia sendiri" ucap Chanan yang tersenyum tipis ketika mengingat kakaknya.

Malik pun ikut tersenyum. Sudah lama rasanya dia tidak melihat Chanan tersenyum seperti ini. Biasanya, yang Malik lihat adalah wajah menangis Chanan.

"Makasih, ya Chan. Nanti uangnya gue ganti" ucap Malik.

"Ck, nggak usah bang. Ini gue yang traktir. Ini juga sebagai rasa terima kasih gue ke abang karena udah banyak banget bantuin gue sama Kak Rafa."

"Meskipun gue tahu, traktiran sepiring nasi ini nggak cukup buat bales semua kebaikan lo, bang" ucap Chanan lagi sambil menatap Malik yang terlihat kagum dengan Chanan.

Malik merasa, Chanan berubah. Anak itu semakin dewasa dan bijak.

"Cukup bahagia dan hidup dengan baik, Chan. Jangan ngelakuin sesuatu yang bakal ngerugiin diri lo sendiri. Inget, Rafa berjuang mati-matian buat bahagiain lo. Jangan sia-sia kan semua perjuangan Rafa buat lo, oke?" ucap Malik ke Chanan yang menganggukkan kepalanya.

[FF NCT DREAM] Anak Tangga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang