Sebagai anak bungsu di keluarganya, Jidan tidak pernah merasa kalau dia akan diperlakukan dengan sangat manja oleh ibu serta kedua kakaknya. Namun, bukan berarti mereka tidak sayang.
Ibu dan dua kakak Jidan sangat sayang kepada Jidan. Tetapi, mereka memiliki cara tersendiri untuk menyampaikan rasa sayang mereka kepada Jidan.
Jidan sendiri, walaupun dia seorang anak bungsu di keluarganya, dia selalu berusaha menempatkan posisinya dengan baik.
Jidan tahu kalau keadaan mereka sudah tidak seperti dulu lagi. Setelah ayah mereka meninggal, mereka semua harus berjuang dan memikirkan bagaimana caranya mereka bisa bertahan hidup ketika keadaan di dunia sekarang jauh dari kata baik-baik saja.
Anak bungsu ini belajar mati-matian dengan harapan dia bisa menjadi orang sukses dan akan membuat ibu serta kedua kakaknya bahagia.
Jidan hanya ingin orang-orang tersayangnya itu berhenti bekerja hingga lelah. Terlebih, kakak tertuanya yang sampai rela kerja di luar negeri demi mencukupi kebutuhan mereka.
Bahkan, sang kakak rela memutuskan hubungannya dengan sang pacar karena takut tidak bisa menepati janjinya untuk menikahi pacarnya itu.
Melihat kakak-kakaknya berjuang keras mengumpulkan uang untuk kebutuhan mereka beserta biaya pengobatan ibu mereka, membuat Jidan juga ingin melakukan sesuatu untuk meringankan beban kedua kakaknya.
Jidan jarang sekali meminta uang kepada kedua kakaknya. Tapi, dia akan menerima jika kakaknya memberikan uang. Hanya saja, uang itu tidak ia gunakan untuk berfoya-foya. Dia hanya menggunakan uang secukupnya dan sesuai dengan apa yang ia butuhkan, sisa uangnya akan ia tabung.
Lalu, Jidan juga "mencari uang" untuk biaya tambahan karena Jidan tidak menyangka kalau anak kuliahan itu pengeluarannya juga sangat banyak. Terlebih, Jidan tidak memiliki laptop sehingga dia mengerjakan tugas di warnet selama ini.
Maka dari itu, Jidan memanfaatkan kepintarannya untuk mendapatkan uang. Dia rela sampai tidak tidur karena mengerjakan tugas orang lain demi mendapatkan lembaran uang ratusan ribu rupiah.
Dan, Jidan memiliki "pelanggan tetap".
Dia adalah Eri. Teman satu angkatan Jidan dan selalu menggunakan jasa Jidan serta membayarnya dengan harga mahal. Namun, hari itu, Jidan harus mendapatkan bogeman mentah dari Eri karena Jidan tidak bisa membuat tugas yang bernilai sempurna untuk Eri.
Eri sangat marah karena makalah yang Jidan buat justru mendapatkan nilai A- bukan A.
Itu lah kenapa, pelipis anak itu terluka dan saat ini sedang diobati oleh kakak termudanya, Harzan.
"Lo yakin ini karena kejedot tembok?" tanya Harzan sambil mengusapkan salep di luka lebam milik Jidan.
Jidan meringis kesakitan, "Iya, bang."
Jidan berusaha untuk tidak terdengar gugup.
Jidan terkadang benci sekali dengan dirinya yang sulit berbohong.
"Makanya, kalo jalan itu hati-hati" ucap Harzan, dia sedang memutar otak, bagaimana caranya supaya luka lebam di pelipis Jidan tidak terlihat oleh ibu mereka.
"Bang, ini kalo bunda tahu, gimana?" tanya Jidan yang terlihat panik.
"Ini juga abang lagi mikirin gimana caranya" jawab Harzan dengan sedikit nada jengkel.
Kalau menutupinya dengan rambut pun, rambutnya Jidan hanya bisa menutupi sebagian dari lebam.
"Haah, besok aja dipikirin, sekarang lo mandi, makan terus tidur. Abang lihat keadaan bunda dulu" ucap Harzan yang melenggang pergi keluar dari kamar Jidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Anak Tangga Terakhir
FanfictionBanyak yang mengatakan apartemen sederhana dan kecil ini dikutuk. Rata-rata yang tinggal di sana adalah orang-orang yang memiliki masalah hidup dan pada akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup mereka di unit apartemen mereka. Banyak desas-desus yan...