14. Mansion Sepi

571 112 11
                                    

Tidur Jennie terganggu ketika ia merasakan sesuatu yang berat menghimpit wajahnya, membuatnya sulit bernapas. Saat membuka mata, tubuh gempal Lisa berada di atas tubuhnya.

"Gimana tuyul ini bisa masuk?" gumam Jennie keheranan. Rasanya, pintu kamar sudah ia kunci sebelum tidur.

Perlahan Jennie menyingkirkan tubuh berlemak Lisa ke samping. Meski Jennie tidak menyukainya, dia tidak tega bersikap kasar pada Lisa.

"Jam berapa sekarang? Kok gak ada yang bangunin?" pikir Jennie.

Sret sret sret

Dia membuka gorden supaya sinar matahari bisa masuk ke dalam kamar. Setelah itu, Jennie langsung mandi dan bersiap-siap ke kampus. Ia harus melakukan beberapa bimbingan lagi agar bisa mendapatkan ACC dan mendaftar sidang.

"Huuwa, Mom... hiks..."

Begitu keluar dari kamar mandi, Jennie melihat Lisa duduk di atas kasur sambil menangis.

"Nni... Mom... mau Mom..."

Tangan kecil Lisa terangkat, meminta digendong. Dengan raut kebingungan, Jennie menggendong Lisa dan membawanya ke kamar Jessica. Namun, kamar orangtuanya kosong.

Setelah mencari di dapur, Jessica juga tidak ada. Akhirnya Jennie menuju kamar Jisoo, berharap kakaknya ada di rumah.

Ceklek

Sang pemilik kamar langsung menoleh ke arah pintu. Jennie datang dengan Lisa di gendongannya.

"Unnie, di mana semua orang?"

"Gue juga gak tahu, Jen. Pas bangun tadi, tuyul ini udah di kamar gue. Mommy sama Daddy juga gak ada di rumah"

"Jadi, mereka udah pergi ke kantor dan ninggalin bocah ini ke kita?"

"Tapi gak biasanya Mommy pergi sepagi ini, apalagi ninggalin si kembar"

Adu argumen di antara mereka masih belum menemukan jawaban. Biasanya, sebelum pergi, ibu mereka selalu memberi tahu.

"Dia nangis nyari Mommy, mau uyyu" kata Jennie sambil memandang Lisa yang sedang mengemut jari telunjuk dan tengahnya.

"Sama, Chaeyoung juga begitu. Saking laparnya, Pikachu gue dia makan tuh" Rahang Jennie terjatuh melihat boneka Jisoo dimutilasi oleh Chaeyoung dengan mulutnya.

"Kok dibiarin aja, Unnie? Bahaya buat kesehatannya"

"Udah gue ambil, tapi dia rebut lagi"

"Terus gimana, nih? Gue mau ke kampus bimbingan"

"Molla, kepala gue juga pusing"

Seharian mereka habiskan dengan lamunan, memikirkan ke mana orangtuanya pergi. Berulang kali dihubungi, nomor mereka tidak aktif. Sekretaris Jaejoong bilang dia tidak masuk kerja hari ini, dan Jessica juga tidak tau kemana.

"Unnie, buatin bubur dulu buat dua tuyul ini"

"Idih, lo aja. Gue gak bisa masak"

"Unnie kok gak becus sih"

Plak

Dengan entengnya, tangan kurus Jisoo memukul lengan adiknya, membuat Jennie mendumel.

"Nni... mamam... cpkcpk…" Dua bayi itu kelaparan sampai mengemut bibir atas mereka. Jennie kasihan, tapi tak tahu harus berbuat apa. Jessica pun pergi tanpa memberi kabar.

"Buatin susu formula aja, gimana, Unnie?"

"Call" jawab Jisoo singkat.

Sebelum membuat susu, mereka membaca panduan di belakang kotaknya.

"Air panasnya dikit aja, Jendeuk. Jangan dituang semua" omel Jisoo sambil berkacak pinggang, memantau seperti mandor.

"Ya, santai, Unnie. Gue gak budek kok" Mereka menghabiskan satu kaleng susu untuk percobaan. Memang, bodoh sekali Unnie line ini.

"Coba lihat di lemari itu. Mungkin masih ada stoknya"

"Aish, kenapa lemarinya tinggi banget sih" gerutu Jennie, menyalahkan lemari. Ia mengambil kursi untuk meraih kaleng susu di rak paling atas.

"Ada nih, Unnie!"

"Kali ini harus berhasil, Jen"

Setelah beberapa percobaan, akhirnya Jennie berhasil membuat susu untuk Chaelisa. Tapi begitu dia berbalik, kedua bayi itu sudah tertidur di baby chair karena terlalu lama menunggu.

"Lah, malah tidur"

"Mereka gak mati, kan, Jen, gara-gara kelamaan nunggu?"

"Ya kali mati, pabbo!" Jennie menoyor jidat Jisoo tanpa dosa. Keduanya mendekatkan botol susu ke mulut si kembar. Bibir mungil itu langsung menyambar cepat nutrisinya.

Rasanya aneh, rumah sebesar istana ini begitu sepi. Biasanya, setidaknya ada ibu dan ayah yang melengkapi. Sekarang, mereka ke mana? Apakah mereka baik-baik saja? Mengapa mereka pergi? Begitu banyak pertanyaan memenuhi kepala Jennie.

Mereka ditinggalkan dalam kecanggungan. Gadis-gadis manja itu dipaksa dewasa, sementara si kembar terus menangis mencari ibunya.

"Unnie, malam ini kita makan apa?" tanya Jennie.

"Apa ya? Lo punya uang gak? Kita beli makanan cepat saji aja" usul Jisoo. Mereka tidak bisa memasak karena biasanya dimasakkan oleh maid.

Jennie buru-buru naik ke kamarnya, mengobrak-abrik lemari dan meja belajar, mencari uang yang mungkin terselip di tumpukan buku atau baju. Tapi ia baru ingat kalau seluruh tabungannya habis untuk membeli makeup minggu lalu. Jennie kembali dengan wajah lesu.

"Uang gue habis, Unnie"

"Uang gue juga habis buat top-up game"

"Terus malam ini kita makan apa? Gue udah laper" rengek Jennie, sambil memegangi perutnya.

Jisoo mengerutkan kening tanda berpikir. "Kita makan ramyeon aja"

Beruntung, ada lima bungkus ramyeon tersisa di lemari dan nasi sisa semalam. Mereka makan malam dengan lauk seadanya.

Setelah makan, gadis-gadis Kim termenung di ruang tengah, menunggu kepulangan orangtua mereka. Saat jam menunjukkan pukul 2 pagi, mata mereka mulai memutih karena menunggu terlalu lama, namun yang ditunggu tak kunjung datang.

"Unnie, Mommy sama Daddy gak pulang ya?" lirih Jennie.

"Kayaknya begitu"

Jennie menghela napas berat. Apa mungkin mereka sengaja meninggalkan si kembar untuk mendekatkan hubungan mereka kembali?

"Lo kenapa sih akhir-akhir ini jadi dingin?" tanya Jisoo tiba-tiba.

Ada jeda sebelum Jennie menjawab. Ia tahu bahwa di rumah ini, ia hanyalah menumpang tinggal, tapi perlakuan Jaejoong sangat melukainya.

"Gue gak tahu, Unnie, salah gue di mana. Gue ngerasa gak nyusahin siapa pun, tapi kenapa orang segitunya benci sama gue"

"Gue kangen main sama lo. Teman-teman gue juga selalu nanya kenapa gue sering nongkrong sendiri"

"Unnie, gue gak bisa kayak dulu lagi. Gue harus cepat-cepat wisuda dan cari kerja biar gak nyusahin mereka. Kalau udah kerja, gue bisa beli rumah sendiri dan tinggal di sana"

"Ck, jangan pindah rumah, Lo. Tinggal aja di sini. Jangan dengerin omongan Daddy, dia gitu karena kesal ketahuan selingkuh"

"Masa sih?" tanya Jennie, termakan omongan Jisoo.

"Iya. Lo gak perhatiin, dia berubah setelah gagal nikah sama si Aera itu. Biasanya dia gak pernah perhitungan sama lo, apalagi main tangan" Jennie terdiam, mencerna ucapan Jisoo. Ternyata Jisoo juga memikirkan hal yang sama.




















Tbc

Trouble Maker Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang