36. Pertemuan Yang Terlambat

508 101 10
                                    

Setelah hari yang panjang di rumah sakit, Jennie akhirnya sampai di mansionnya. Langkahnya berat, lelah, namun dia lega karena bisa segera beristirahat. Saat membuka pintu ruang tamu, dia melihat sepasang suami istri sedang duduk di sana. Sang wanita tengah hamil besar, dan pria di sampingnya terlihat tegang, wajahnya terasa familiar bagi Jennie, tetapi dia tidak ingat siapa orang itu. Namun, lelah yang melanda membuat Jennie tak mau memikirkannya terlalu lama.

"Apakah kalian ingin berkonsultasi dengan saya?" Jennie bertanya ringan, matanya sedikit menyipit karena rasa lelah yang luar biasa.

"Mianande, tapi saya nggak buka klinik di sini. Kalau ada pertanyaan tentang kehamilan, datang saja ke rumah sakit. Tapi saya bukan dokter kandungan" imbuh Jennie.

Tidak ada yang menjawab. Bahkan atmosfer di ruangan itu terasa semakin tegang. Jennie terlalu lelah untuk memperhatikan ekspresi wajah tegang orang-orang di rumah, termasuk wajah Jisoo yang sepertinya sudah kehilangan kesabaran.

"Yaa paboya, dia ayah lo!" seru Jisoo dengan nada tinggi, membuat Jennie berhenti sejenak. Namun, Jennie yang masih kebingungan dan belum menangkap maksud Jisoo bertanya polos.

"Ayah? Apa Daddy sudah pulang? Kok nggak kelihatan mobilnya tadi di luar?"

Belum sempat Jisoo menjawab, ponsel Jennie berdering. "Wae?" tanya Jennie agak kesal.

"Lo dimana?" suara di telepon terdengar akrab, itu Joohyun.

"Di sungai" jawab Jennie ketus, karena baru saja sampai di rumah dan sudah ditelpon lagi.

"Lo udah di rumah? Ntar malam bisa ke rumah sakit nggak?" tanya Joohyun.

Jennie menghela napas panjang. Tubuhnya lelah dan tangannya gemetar akibat terlalu lama memegang pisau bedah di ruang operasi.

"Besok aja bisa nggak? Gue capek banget. Udah lima kali bolak-balik masuk ruang operasi" jawab Jennie dengan suara lemah.

Mendengar itu, Joohyun terdengar iba. "Arraseo," jawabnya singkat sebelum menutup telepon.

Jennie berjalan ke dapur, membuat seporsi jajangmyeon untuk dirinya sendiri. Tanpa basa-basi, dia kembali ke ruang tamu dan duduk di depan laptopnya, mulai bekerja sebagai CEO sambil menyantap makanannya.

"Woi" suara Jisoo memecah kesunyian.

"Apaan?" balas Jennie dengan mulut penuh makanan.

"Enak banget lo makan, ada tamu loh" kata Jisoo, mencoba mengingatkan Jennie.

Jennie menoleh sejenak ke arah pasangan di depannya.

"Kalau mereka mau, ya tinggal bikin sendiri. Napa gue harus repot-repot bikinin" jawabnya santai.

Jisoo mendesah, merasa Jennie sangat lamban menangkap situasi.

"Jennie, goblok! Pria yang ada di depan lo ini ayah kandung lo, Jendeuk, bukan tamu biasa"

Jennie yang mendengar itu langsung tersedak mie dan batuk-batuk, membuat suasana di ruang tamu berubah semakin canggung. Sambil terengah-engah, dia berusaha mengatur napasnya, sementara pikirannya berputar kencang, mencoba memahami informasi yang baru saja dia terima.

Ayah kandung?

"Dia adalah ayah kandungmu, Jennie"

Alih-alih marah atau menangis, Jennie hanya tersenyum, senyum yang dingin dan menyakitkan, mengungkapkan segala rasa yang ia pendam selama bertahun-tahun.

"Lalu, apa tujuan Anda datang ke sini? Ingin menghancurkan hidup Mommy ku lagi lalu kabur seperti pecundang?" tanyanya dengan nada sarkastik, tatapannya menusuk pria itu seperti belati.

Trouble Maker Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang