Pagi Senin itu, Jennie tengah bersiap-siap berangkat ke kampus setelah beberapa hari berada di rumah. Si kembar, Chaeyoung dan Lisa, yang baru saja dimandikan dan diberi makan, mulai menangis ketika melihat Jennie bersiap pergi. Mereka enggan ditinggal, sementara Jisoo, kakak mereka, masih tertidur lelap di kamarnya.
"Unnie, gimana nih? Gue udah harus berangkat" keluh Jennie, sambil terus berusaha menenangkan si kembar yang bergelayut di kakinya.
"Bawa aja mereka" balas Jisoo malas, masih setengah terlelap di balik selimutnya.
"Gue mau bimbingan, Unnie! Gak mungkin gue bawa mereka" Jennie merasa keberatan.
"Jangan bohong deh, Jendeuk. Lo pasti cuma mau nongkrong sama teman-teman lo" tebak Jisoo dengan suara serak. Jennie hanya bisa mendengus, karena tebakan itu ada benarnya, meskipun bimbingan dengan dosennya memang dijadwalkan hari ini.
"Beneran, gue mau bimbingan. Udah janji sama dosen" kata Jennie seraya melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Dia benar-benar harus bergegas.
"Ya udah, bawa aja mereka. Dosen lo pasti ngerti, kan? Dia temen Daddy" balas Jisoo sambil menggeliat malas, tak berniat bangun. Jennie merasa semakin kesal mendengar respons itu.
Di bawah, si kembar terus memeluk kaki Jennie, seakan tidak mau melepaskannya sama sekali. Dengan terpaksa, Jennie akhirnya memutuskan untuk membawa mereka. Dia memasang gendongan bayi satu bayi digendong di depan, dan satu lagi dipasang di punggung. Membawa stroller ke kampus terlalu ribet, apalagi ruangan dosennya berada di lantai dua, dan lift kampus selalu penuh.
"Ngapain adeknya dibawa segala?" tanya dosennya kaget saat Jennie tiba di ruang bimbingan.
"Gak ada yang jaga, Pak. Gapapa kan, mereka duduk aja di sini" jawab Jennie sedikit gugup, berharap dosennya mengerti situasinya.
"Iya, gapapa" jawab dosennya dengan tenang. Jennie langsung merasa lega. Dia meletakkan si kembar di sofa yang ada di sudut ruangan, lengkap dengan mainan mereka, lalu duduk untuk mulai diskusi bimbingan.
"Perbaiki sedikit bagian ini, dan sisanya sudah benar" kata dosennya sambil memberi catatan di beberapa lembar tugas akhir Jennie.
"Kalau sudah selesai, saya bisa daftar sidang, Pak?" tanya Jennie memastikan.
"Iya, setelah ini kamu bisa langsung daftar" balas sang dosen mengangguk, memberi tanda bahwa bimbingannya sudah hampir selesai.
Setelah bimbingan, Jennie mampir ke kantin untuk bertemu teman-temannya sebentar. Sebelumnya, mereka sudah merencanakan nongkrong di kafe setelah kuliah, tapi Jennie tahu dia tidak bisa ikut karena harus mengurus si kembar.
"Emang nyokap sama bokap lo kemana, Jen?" tanya Nayeon, salah satu sahabatnya, saat mereka duduk di kantin.
"Gak tau tuh. Tiba-tiba aja ngilang, dan gue terpaksa jaga dua bocah ini" balas Jennie sambil mendesah, lelah.
"Jadi lo gak bisa ikut ke kafe?"
"Nggak bisa, Nay. Kapan-kapan aja ya, pas orang tua gue udah balik" Jennie menjawab dengan wajah lesu. Teman-temannya bisa melihat kalau Jennie tampak tidak seperti biasanya.
"Lo sakit, Jen?" Nayeon menatapnya lebih dekat.
"Enggak, kenapa emangnya?" tanya Jennie sambil meraba wajahnya sendiri.
"Muka lo pucat banget" ucap Nayeon sambil mengernyit.
"Oh, gue belum sarapan" Jennie mencoba tersenyum, meski sebenarnya dia tidak jujur. Bukan hanya sarapan, dia bahkan belum makan apa-apa sejak kemarin, kecuali minum air putih.
"Makan dulu deh. Bahaya tuh kalau lo gak makan"
"Ah, nanti aja di rumah. Ribet bawa bayi" balas Jennie seraya berdiri, siap pamit pulang.
Sepanjang perjalanan pulang, Jennie bergumam tidak jelas.
"Mereka kemana sih? Kalau mau ngilang, ya ngilang aja, gak usah sampai blokir kartu segala!" Jennie kesal karena dia benar-benar tidak punya uang sama sekali, akibat kartu debitnya yang diblokir.
Di tempat lain, Jaejoong dan Jessica baru saja tiba di bandara, menjemput keluarga mereka yang baru kembali dari luar negeri.
"Kok gak bawa si kembar?" tanya salah satu anggota keluarga yang ikut dalam penjemputan.
"Mereka di rumah, dijaga sama Jisoo dan Jennie" jawab Jaejoong santai.
"Sama mereka berdua? Yakin mereka bisa jagain?" sang ibu bertanya ragu. Jaejoong hanya tersenyum samar, berharap semuanya baik-baik saja di rumah.
Sesampainya di rumah, Jennie menyerahkan si kembar kepada Jisoo. "Unnie, jagain sebentar ya, gue mau ganti baju" katanya sambil melepas gendongan.
Jisoo hanya melirik Chaelisa sekilas sebelum kembali fokus pada game di ponselnya. Jennie masuk ke kamarnya dan bercermin. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi pelipisnya. Dia sangat lapar, tapi tak ada makanan di rumah. Pikirannya sedikit kabur karena perut kosong sejak kemarin.
"Pucat banget gue, udah kayak mayat hidup" gumamnya pada diri sendiri. Dia segera pergi ke kamar mandi, mencuci wajah, berharap sedikit segar setelahnya.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu depan mansion dibuka. Jisoo tidak terlalu memperhatikan sampai akhirnya si kembar berteriak riang. Betapa terkejutnya Jisoo ketika melihat Jaejoong dan Jessica sudah berdiri di ambang pintu.
"Kalian kemana aja sih selama ini?" Jisoo langsung menyindir tanpa basa-basi, nada suaranya dingin.
Jessica tersenyum meminta maaf, "Maafkan kami, kami memang pergi mendadak, tapi-"
"Senang ya ninggalin kami kelaparan?"Jisoo memotong ucapan ibunya dengan tatapan tajam. Jessica terkejut mendengar nada marah Jisoo, namun sebelum sempat menjawab, keponakan Jaejoong, Kim Sunghoon, menyela.
"Lebay amat. Kan bisa beli makanan sendiri," sindirnya santai.
"Beli pake apa? Kartu gue diblokir!" Jisoo membalas dengan nada tinggi, membuat Jessica makin terkejut. Dia tidak menyangka Jaejoong sampai memblokir kartu anak-anaknya.
"Kamu serius, Jisoo?" tanya Jessica cemas.
"Iya, kami udah berhari-hari gak bisa beli apa-apa. Cuma si kembar yang makan"
Jennie yang baru keluar dari kamar dengan langkah gontai mendengar percakapan itu. Jessica langsung menghampiri Jennie dan meraba wajahnya yang pucat.
"Jennie-ya, kamu kenapa?"
"Aku boleh minta uang buat beli mie, Mom?" lirih Jennie dengan suara lemah.
"Kamu belum makan?" tanya Jessica panik.
Jennie menggeleng lemah, "Aku belum makan dari kemarin"
Jessica langsung bergegas membeli makanan ke warung terdekat. Sesaat kemudian, dia kembali dengan kantong plastik berisi makanan dan membukanya untuk Jennie. Tangannya gemetar saat hendak menyuapkan makanan ke mulutnya, membuat Jessica dengan lembut menyuapi Jennie.
"Maafin Mommy, Jennie-ya" bisik Jessica, hatinya hancur melihat kondisi anaknya yang lemas karena kelaparan. Jisoo yang duduk di dekatnya hanya bisa menunduk. Tiba-tiba, Jessica beralih kepada Jaejoong, tatapannya tajam.
"Kenapa kamu seperti ini, Jaejoong? Kalau kamu punya masalah, katakan saja. Jangan hukum anak-anak yang tidak bersalah"
Jaejoong hanya terdiam, merasa bersalah, tapi enggan mengakuinya.
"Kalau kamu mau bercerai, bilang saja. Aku akan pergi dengan anak-anak, supaya kamu bisa hidup lebih tenang" ucap Jessica, matanya mulai berkaca-kaca.
"Sica, jangan bicara begitu" Jaejoong berusaha menenangkannya, tapi Jessica sudah mengambil keputusan.
"Sudah cukup, Jae. Kami akan pergi" ucap Jessica tegas.
Namun saat itu, Lisa tiba-tiba menarik tangan Jessica dan menunjuk ke arah Jaejoong. Mata mungilnya memancarkan kepolosan. Jessica berhenti, menatap anaknya dengan perasaan berat.
"Biar aku yang pergi, Mom" ucap Jennie menyela.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Maker
FanfictionJennie dan Jisoo memiliki adik lagi diusia mereka yang sudah dua puluh tahun. Saat lahir adik kembar mereka suka membuat ulah dan menjadikan mereka sebagai korban kenakalannya. - Blackpink Siblings -