Part 33 | Melepas Jabatan

114 11 6
                                    

Assalamualaikum, yeorobun
Kembali lagi nih sama aku 👋🏻😊

Jangan lupa vote dan komen sebelum membaca ya, sengkuh 💗😉

Happy reading!

****

Pagi itu terasa sangat istimewa bagi Zaid. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, mengenakan jas OSIS dengan bangga. Jas itu terlihat pas dan membuatnya tampak gagah, melambangkan tanggung jawab yang selama ini ia emban sebagai ketua OSIS. Hari ini, Zaid akan resmi menyerahkan jabatannya kepada ketua OSIS yang baru, dan meskipun ada sedikit perasaan sentimental, ia juga merasa lega bisa menyelesaikan masa kepemimpinannya dengan baik.

Zaid masih sibuk merapikan penampilannya, memastikan setiap detail dari jas dan dasinya sempurna. Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya, mengingat segala momen berharga selama menjadi ketua OSIS. Ia berpikir tentang acara serah terima jabatan yang akan berlangsung hari ini dan merasa bangga bisa memimpin teman-temannya.

Di lantai bawah, Hafidzah baru saja selesai menyiapkan sarapan bersama pembantu mereka. Meskipun pembantu yang memasak, Hafidzah memastikan semuanya tersaji dengan rapi di meja makan. Hari ini, ia juga bersiap-siap untuk menghadiri acara pelepasan OSIS di sekolahnya. Mengenakan seragam putih abu-abu, Hafidzah tampak segar dan ceria.

Sambil menata beberapa gelas di atas meja, Hafidzah mengintip jam dinding yang menunjukkan waktu semakin mendekati keberangkatan mereka. Ia segera melangkah menaiki tangga, berniat memanggil suaminya yang masih berada di kamar di lantai dua.

Dengan langkah ringan, Hafidzah memutar kenop pintu dan memasuki kamar. Di sana, Zaid masih sibuk di depan cermin, seolah-olah ingin memastikan penampilannya sempurna dari segala sudut. Hafidzah tak bisa menahan tawa kecil melihat betapa seriusnya Zaid memperhatikan detail.

"Kak Zaid, ayo sarapan dulu!" panggil Hafidzah lembut.

Zaid menoleh dan tersenyum. "Oh, iya sayang," jawabnya, namun bukannya langsung bergerak menuju meja makan, Zaid malah mendekati Hafidzah. Dengan gerakan cepat, Zaid menarik pinggang Hafidzah dan memeluknya erat. Tak cukup dengan itu, Zaid juga memberikan kecupan bertubi-tubi di pipi istrinya, membuat Hafidzah tertawa geli.

"Hihihi, manja banget jadi cowok!" sindir Hafidzah sambil tertawa, meskipun dalam hatinya ia merasa bahagia.

Zaid hanya menjulurkan lidahnya, berlagak kekanak-kanakan. "Biarin, kan sama istri sendiri," balasnya sambil tertawa kecil.

Melihat tingkah lucu Zaid, Hafidzah tak bisa menahan senyumnya. Betapa beruntungnya ia memiliki suami yang selalu bisa membuatnya tertawa, bahkan di saat-saat seperti ini.

"Tunggu sebentar," ucap Zaid tiba-tiba. "Aku mau nyapa utun dulu!" katanya dengan penuh antusias, merujuk pada bayi yang sedang dikandung Hafidzah.

Zaid berlutut, menyamakan posisinya dengan perut Hafidzah. Tangannya melingkari pinggang istrinya dengan erat, sementara telinganya ditempelkan ke perut Hafidzah yang mulai membesar. Dengan penuh kasih sayang, Zaid berbisik lembut ke perut Hafidzah.

"Selamat pagi, Utun! Sehat-sehat ya di sana," ucap Zaid sambil mengecup perut Hafidzah, sebuah ritual yang sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi.

Hafidzah hanya bisa mengelus rambut Zaid sambil tersenyum. Momen ini selalu membuat hatinya hangat, melihat betapa besar cinta Zaid untuk calon anak mereka.

"Ayo, Kak, kita sarapan. Nanti terlambat," Hafidzah mencoba menarik Zaid yang masih enggan melepaskan pelukannya dari pinggangnya.

"Tunggu dulu, elus rambutku lagi," pinta Zaid manja, wajahnya kini tertempel di perut Hafidzah seperti anak kecil yang tak mau lepas dari ibunya.

Z A I D (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang