Part 20 | Positif?

741 40 1
                                    

Assalamualaikum

Sebelum membaca ada baiknya tinggalkan jejak kalian dengan vote dan komen!!

Teruntuk readers silent yok tinggalkan jejak biar saya tau kamu hidup 🤌🏻😉

Happy Reading!

****

Hafidzah menatap lamat-lamat benda kecil, tipis dan panjang yang terdapat di tangannya. Di pikirannya bingung, apa yang dimaksud dua garis merah di tengah-tengah benda tersebut.

Gadis itu bingung, secepatnya dia keluar dari kamar mandi dan menghampiri sang suami yang sedang duduk di ranjang menunggu sang istri di kamar mandi.

"Gimana? Positif atau Negatif?"

"Dua garis merah ini apa? Iza gak paham," ucap gadis itu polos seraya menunjukkan benda tersebut ke arah sang suami. Gadis itu memang belum mengerti dengan cara bekerjanya, bahkan cara pakainya sekalipun. Untung Zaid menjelaskan.

Zaid tersenyum, kemudian dia mendudukkan Hafidzah di depannya. Testpack yang dia pegang ditatapnya dengan seksama, perasaannya sangat senang bercampur haru. Di benaknya tidak berhenti Zaid mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Sang Pencipta yaitu, Allah Subhanahu wa ta'ala.

"Kak jelasin dong, iza gak paham!" rengek Hafidzah seraya bergelayut manja dengan menyenderkan kepalanya di dada bidang Zaid.

Hafidzah menatap wajah Zaid dari bawah dengan cemberut. "Kak Zaid kenapa sih senyum-senyum terus dari tadi?" katanya dengan sisa rengekan.

"Sayang dengerin Kakak!"

Hafidzah langsung duduk tegak menghadap Zaid. Matanya berkedip lucu, dan pipinya yang di gembungkan membuat Zaid gemas dengan istrinya.

"Dua garis merah itu artinya kamu sedang hamil," jelas Zaid. Raut wajahnya bahagia sungguh tak luntur, senyuman terus terpatri indah dalam bibirnya.

"Hamil?"

"Iya, Sayang kamu sedang hamil. Di dalam perut kamu ada anak kita." Zaid menunjuk perut Hafidzah yang masih datar.

"Oh, jadi hamil beneran ya." Hafidzah mengangguk belum menyadari bahwa dirinya memang beneran hamil.

"APA? HAMIL? Aaa kak Zaid, Iza hamil. Kakak harus tanggung jawab!" teriak Hafidzah heboh menghambur memeluk Zaid dengan tangisannya.

"Tanggung jawab gimana? Aku memang suami kamu, kita udah nikah. Gimana sih?" ucap Zaid yang langsung membuat Hafidzah melepaskan pelukannya.

"Oh, iya ya. Iza lupa." Hafidzah menepuk keningnya, kemudian menghapus air matanya yang terbuang sia-sia.

Tangan lentiknya bergerak menyentuh perutnya sesekali mengelus perut datarnya. "Jadi di sini ada anak Iza dan Kakak?" tanyanya melirik Zaid dan perutnya secara bergantian.

"Iya, sayang."

"Kamu ini, mau jadi ibu masih aja tetep polos," ucapnya mencubit pelan hidung Hafidzah.

"Tapi itu yang membuat istri kecilku ini spesial dimata aku." Zaid mengecup kening Hafidzah penuh dengan kelembutan.

Zaid teringat sesuatu, seketika wajahnya nampak khawatir membuat Hafidzah terheran-heran.

"Kenapa Kak? Kok gitu mukanya? Nggak seneng ya aku hamil?" Hafidzah menunduk, dan mengerucutkan bibirnya sebel.

"Eh, bukan gitu sayang. Cuma aku mikir aja kalau Ayah kamu bakal marah sama aku, karena aku udah berjanji untuk tidak menghamili kamu. Tapi Yang aku khilaf, kamu sih terlalu menggoda," resah Zaid.

"Gapapa Kak, nanti biar Iza aja yang bilang. Pasti Ayah nggak bakal marah." Hafidzah membentuk tanda oke, dan mengangguk-angguk.

"Tetap aja Sayang, aku takut nanti babak belur," rengek Zaid.

Z A I D (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang